Pusat batik Trusmi adalah sebuah kampung yang berada di kota Cirebon yang sebagian besar penduduknya sebagai pembatik. Setelah memasuki kampung ini barulah terlihat banyak sekali toko batik yang berjejer sepanjang jalan dan jika kita lebih dalam lagi memasuki kampung ini, kita bisa melihat kegiatan para warganya yang sedang membatik di depan rumahnya.
Pembatik di sini beragam dari mulai orang tua sampai muda, dan tidak hanya perempuan yang mebatik namun laki-laki pun turut serta membatik. Kami disuguhkan bagaimana cara membatik dari kain masih polos, lalu diberi warna, hingga pencucian kain batik. Motif yang dihasilkan begitu beragam dan cantik.
Tentu saja namanya juga Cirebon di sini menghasilkan batik khas Cirebon yaitu Batik Mega Mendung. Mahasiswa diajak berkeliling untuk mencari foto demi foto tanpa lelah. Setelah selesai dilanjutkan kembali perjalanan menuju sekitar stasiun dan balai kota Cirebon.
Namun aneh karena bus berhenti di depan hotel tempat kita menginap. Ternyata eh tenyata mahasiswa diharuskan berjalan dari hotel menuju Balai Kota sampai Stasiun Cirebon. Sembari jalan, mahasiswa harus memotret bangunan-bangunan yang ada di sekitar balaikota hingga stasiun, dan juga menangkap moment yang unik di sepanjang jalan.
Begitu terik yang dirasakan saat perjalanan ini karena pada saat itu matahari sedang tinggi-tingginya diatas kepala kita, tapi itu semua tidak membuat ATVI patah semangat untuk mencari foto. Jika dirasa cukup untuk foto yang diambil, ATVI kembali lagi menuju bus, tentu saja dengan berjalan kaki melewati jalan yang delah dilalui. Perjalanan selanjutnya adalah Masjid Sang Pencipta Rasa
Bus behenti di depan Keraton Kasepuhan, tempat kemarin yang sudah dikunjungi. Untuk mahasiswa laki-laki menuju Masjid Sang pencipta Rasa untuk menunaikan ibadah Sholat Jumat dan sisanya di dalam bus untuk makan siang. Masjid Sang Pencipta Rasa merupakan masjid yang lumayan terkenal di kota Cirebon.
Keunikan yang terdapat di masjid ini adalah terdapat Azan Pitu atau azan tujuh, maksudnya azan yang dikumandangkan oleh tujuh orang dan khotbah berbahasa Arab. Keduanya hanya ada setiap sholat jumat saja. Setelah sholat jumat, kita melanjutkan lagi perjalanan menuju TPI Bondet.
Setelah berjam-jam perjalanan sampailah di TPI bondet. Dengan bermandikan keringat dan kaki yang lemas, mahasiswa beristirahat sebentar sambil minum air putih di pinggir sungai sebelum memulai memotret. Sungguh tantangan yang luar biasa.
TPI bondet sendiri merupakan sesbuah tempat pelelangan ikan di mana para nelayan menjual hasil berlayarnya di tempat ini. Ikan yang dilelang kebanyakan adalah ikan-ikan kecil yang dijadikan ikan asin. Satu per satu kapal-kapal berdatangan dan menurunkan hasil tangkapan yang jumlahnya banyak hingga berbakul-bakul.
Sangat terlihat begitu kental akan kerja sama gotong royong dari para nelayan. Momen inilah yang harus bisa di tangkap oleh para mahasiswa. Setelah ikan diturunkan dari kapal, lalu ikan-ikan tersebut dilelang dengan harga yang disepakati. Selain orang dewasa, di sini juga bisa menjumpai banyak sekali anak-anak kecil yang bermain, mungkin anak-anak ini merupakan anak dari para nelayan atau pengurus TPI Bondet. Uniknya kebanyakan dari mereka memakai sepatu namun saya tidak sempat menanyakan alasannya kepada anak-anak itu.Â