Mohon tunggu...
Yuliana Choerul Reza
Yuliana Choerul Reza Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur

Hidup itu komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Komunikasi Publik Jubir Covid-19 Reisa Broto Asmoro: Representasi Gender dalam Perspektif Feminisme

8 Juli 2021   20:58 Diperbarui: 8 Juli 2021   21:21 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock


Pendahuluan  


Feminisme adalah gerakan sosial dan ideologi yang memperjuangkan hak perempuan di segala bidang baik itu politik, ekonomi, sosial, dan lainnya. Perempuan dinilai tidak benar-benar mendapatkan haknya untuk memperkaya dirinya sendiri. Diantaranya dalam bidang pendidikan dan ekonomi. 

Perempuan dinilai bukan sebagai warga negara yang tidak perlu mendapatkan pendidikan mengingat ranah perempuan yang bersifat privat atau domestik.

Lakilaki kemudian mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk akses terhadap pendidikan karena ranah laki-laki untuk menjadi pekerja produktif di sektor publik. 

Kondisi sosial ini merupakan salah satu pembentuk wacana feminisme di Indonesia. Untuk merubah itu diperlukan keterwakilkan perempuan dalam berbagi bidang dan hal. Beberapa tahun terakhir Indonesia aktif mendorong implementasi kesetaraan gender. Seperti pada akhir tahun lalu publik di kejutkan dengan penunjukan dr Reisa Broto Asmoro sebagai Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19. 

Kehadiran dr Reisa bukan menjadi pengganti dari posisi Achmad Yurianto yang pada saat itu menjadi Jubir, melainkan bertugas di Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19 yaitu bertugas membantu Yuri untuk mengedukasi masyarakat lebih dalam mengenai cara pencegahan Covid-19. Sesuia dengan statement Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman "Ada 2 Jubir Covid-19 sekarang, Pak Dokter Yurianto dan Mbak Dokter Reisa". 

Memiliki kemampuan di bidang kedokteran, tidak heran jika Dokter Reisa ditunjuk menjadi juru bicara penanganan Corona Covid 19. Sebelumnya, Pemilihan dr Reisa juga karena cukup banyak masyarakat yang mengenalnya. Dalam hal ada nilai terwakilkan kesataraan gender dengan penunjukan dr. Reisha.


Tinjauan Pustaka

Komunikasi Publik  

Menurut Dedy Mulyana pada buku Ilmu komunikasi Suatu Pengantar terdapat beberapa tipe komunikasi yang disepakati oleh para pakar. Salah satunya adalah komunikasi publik. Komunikasi Publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak) yang tidak bisa dikenal satu persatu. 

Dalam hal ini dr. Reisha menginformasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia berkaitan data jumlah pasien Covid-19 dan juga kampanye pemerintah terkait 3 M (Mencuci tangan, Memakai Masker, Menjaga Jarak) serta pola kesehatan dirumah.


Perspektif Feminis  

Asumsi dasar yang perlu diketahui untuk memahami teori ini adalah bahwa dalam sejarahnya, pengetahuan sosial dan teori-teori ilmu sosial dirumuskan dengan dominasi dari perspektif laki-laki. 

Sehingga dunia sosial yang terbentuk memposisikan perempuan secara marjinal. Kenyataan historis ini menciptakan jurang ketimpangan antara perempuan dan laki-laki dimana yang satu didominasi dan yang lain mendominasi. 

Teori feminisme melihat kesetaraan nilai dengan cara mengangkat perspektif perempuan dari posisinya yang minor. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa feminisme memperjuangkan nilai-nilai tentang keadilan sosial, kesetaraan atau kesamaan martabat antara laki-laki dan perempuan. 

Feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya (Humm, 2002: 158). 

Teori feminis mencakup prinsip-prinsip kontekstualitas, pelaku aktif dan pertanggungjawaban, sebab akibat dari pemikiran-pemikiran dan prinsip keanekaragaman. Feminis berkaitan dengan pengalaman perempuan, mengungkapkan aspekaspek kehidupan perempuan yang menggugah kesadaran (Humm, 2002: xii). 

Pendekatan feminisme merupakan suatu cara pandang yang didalamnya terdapat berbagai paham yang berbeda-beda, namun semua menggunakan gender yang didalamnya terdapat relasi kekuasaan sebagai kategori analisisnya (Stean and Pettiford, 2009: 325). Pernyataan mengenai perempuan harus berada di rumah sedangkan laki-laki berada di ruang publik. 

Apa yang menjustifikasi pembagian tugas semacam ini? Sekelompok perempuan kelas menegah yang radikal mulai menganggap "rumah sebagai penjara". Artinya bahwa perempuan juga memiliki hak untuk berada di ruang publik. Sebagai seorang Juru Bicara dr Reisha melakukan komunikasi publiknya ke masyarakat.  

Feminisme Liberal
Kemunculan feminisme liberal merupakan gelombang pertama dari teori feminisme. Fokus dari feminisme liberal adalah kesempatan serta akses yang merata tidak hanya untuk laki-laki tetapi juga perempuan (Krolokke dan Sorensen, 2006:4). 

Tidak terhenti sampai akses semata, feminisme liberal juga meminta perempuan untuk dilihat sebagai makhluk yang memiliki kompetensi yang setara dengan laki-laki (Krolokke dan Sorensen, 2006:6) Sehingga diskriminasi yang mengatasnamakan perbedaan jenis kelamin atau perbedaan bilogis semata, tidak dapat diterima oleh pemikiran gelombang pertama feminisme. Feminisme liberal dipelopori oleh Wollstonecraft dalam bukunya yang berjudul The Vindication of the Women's Right. 

Menurutnya bahwa setiap manusia memiliki ciri khas atau keunikan dan adanya rasionalitas dalam diri mereka masing -- masing , baik pada laki-laki maupun perempuan. 

Pemikiran feminisme liberal didasari dari ketidaksetujuan bahwa rasionalitas merupakan tujuan pendidikan yang diperuntukkan untuk laki-laki, bukan perempuan. 

Subordinasi yang terjadi pada perempuan karena ada suatu sekumpulan budaya dan hukum yang membatasi akses dan sukses perempuan di sektor publik.   

Perempuan merupakan aktor yang membuat keputusan bagi diri mereka sendiri. Karakteristik rasionalitas ini dibutuhkan bagi individu didalam memimpin dan mengambil keputusan. Pengambilan keputusan dapat dikategorikan sebagai tindakan yang efektif apabila memenuhi empat indikator yakni rasionalitas, logis, realistis sert pragmatis (Siagian dalam Murniati, 2004: 57). 

Rasionalitas dan logis merupakan ciri maskulin, pargmatis dan realistis merupakan ciri yang feminim. Dengan melihat bahwa rasionalitas hanya milik laki-laki maka perempuan dianggap tidak layak menjadi pimpinan. Padahal penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang efektif adalah mereka yang mampu menggabungkan pendekatan rasional dan logis dengan pendekatan intuitif. Sifat intuitif hampir dimiliki oleh semua perempuan (Murniati, 2004:59). 

Feminisme liberal dalam tujuan panjangnya untuk memberdayakan perempuan mengambil posisi dalam masyarakat di era terbuka ini melalui autonomi perempuan dengan  memfeminisasi ranah publik tetapi tetap menjaga ranah privat. Untuk mencapai kesetaraan politis serta agar dapat masuk ke ranah lain seperti ekonomi, pemikir feminisme liberal percaya bahwa kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sama merupakan tonggak bagi perempuan (Arnott dan Dillabough, 2006). Tidak hanya itu, kecenderungan isu yang diangkat oleh perempuan ketika berada dalam politik. 

Thomas (1994) dalam Orborn (2010) mengemukakan bahwa perempuan dalam kursi legislatif lebih memprioritasikan kebijakan yang berkenaan dengan perempuan  yang berkaitan dengan isu-isu perempuan, anak-anak, dan  keluarga.  Hal ini sesuai dengan ekspekstasi kultural dan sosial mereka dalam masyarakat. 

Sedangkan laki-laki dipandang lebih layak untuk menangani isu-isu yang lebih maskulin seperti ekonomi, luar negeri dan politik. Isu-isu yang cenderung ditangani oleh laki-laki ini merupakan isu-isu yang berada pada ranah isu maskulin seperti militer, politik, ketahanan, serta ekonomi. Hal ini berkebalikan dengan isu yang biasanya ditangani oleh politisi perempuan.  
Isu feminin adalah isu yang berkenaan dengan ekspektasi kultural mereka untuk bertingkah feminin. Ekspektasi bagi perempuan adalah bertingkah feminin diantaranya perempuan diharapkan penuh kasih sayang, suka merawat sekitarnya, mengagumi keindahan. 

Atas dasar ekspektasi tersebut, isu-isu yang feminin berkisar pada isu-isu yang lekat dengan  perempuan serta isu tradisional seperti keluarga, atau isu-isu yang melibatkan rasa compassion seperti pendidikan, pemberdayaan kaum miskin, kesehatan, masyarakat lanjut usia. 

Selain itu perempuan dinilai lebih feminist dan liberal dalam orientasi kebijakan mereka (Clark, Staehli dan Brunell, 1995: 212). Untuk itu melihat dr Reisa menjadi wakil yang tepat  dari gender perempuan dalam memimpin penyampaian informasi berkaitan dengan penanganan Covid-19.

Teori Komunikasi Feminisme

Cheris Kramarae memperluas dan melengkapi teori bungkam ini dengan pemikiran dan penelitian mengenai perempuan dan komunikasi. Dia mengemukakan asumsi-asumsi dasar dari teori ini sebagai berikut : 

  1. Perempuan menanggapi dunia secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan aktivitasnya berbeda yang berakar pada pembagian kerja. 
  2. Karena dominasi politiknya, sistem persepsi laki-laki menjadi dominan, menghambat ekspresi bebas bagi pemikiran alternatif perempuan.
  3. Untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus menguat perspektif mereka ke dalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki.

Sebelumnya peneliti ingin menjelaskan bahwa perbedaan yang terjadi atas laki-laki dan perempuan bukan semata-mata hanya faktor biologis maupun fisik tetapi di luar faktor tersebut. Gender ini kemudian berimplikasi pada perbedaan tugas dan peran sosial kaum laki-laki dan perempuan dalam aktivitas sosial, lebih didasarkan pada faktor bentukan budaya. 

Getar Gender (2004) karya Nunuk Murniati terdapat dua teori gender, yaitu: Nature ekstrem yang beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh perbedaan biologis dua insan tersebut. Sedangkan Nurture beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan sebagian besar hasil dari sosialisasi, yang berarti ciptaan manusia dan lingkungannya.

Korelasi asumsi dasar yang disampaikan oleh Cheris Kramarae dengan penelitian ini, berlandaskan Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern (2006) karya Howard Fredman :

  1.  Adanya pembagian kerja dilingkungan seperti sehari-hari, perempuan kerap dideskripsikan sebagai makhluk yang emosional, berwatak pengasuh, mudah menyerah, komunikatif, mudah bergaul, lemah, subyektif, pasif, dan lainnya.
  2. Sistem persepsi laki -- laki lebih dominan dalam politiknya, pada umumnya, laki-laki sejak kecil hingga dewasa memperhatikan kemampuan spasial yang lebih baik, seperti mahir dalam mengerjakan tugas dan tes, mengetahui lebih banyak mengenai geografi dan politik, serta kemampuan matematik yang lebih baik. Sedangkan perempuan sejak kecil hingga dewasa menunjukkan kemampuan verbal yang lebih maju. Anak perempuan cenderung memiliki pembendaharaan kata lebih banyak dan lebih baik. Hal ini diperolehnya dari mengerjakan tugas membaca dan menulis secara baik. 
  3.  Dalam lingkunganya laki -- laki, cenderung berani mengambil tanggung jawab dalam kelompok kecil dan aktif memberi, cenderung untuk memberikan perlindungan, minatnya tertuju pada hal-hal bersifat intelektual, abstrak, berusaha, memutuskan sendiri dan ikut berbicara. erempuan yaitu bersifat pasif dan menerima, minat tertujua kepada yang bersifat emosional dan konkret. Berusaha mengikut dan menyenangkan orang tua dan bersikap subyektif.  

Berdasarkan hal diatas peneliti melihat bahwa pada dasarnya perempuan memiliki kemampuan komunikasi yang cukup baik ketimbang laki-laki. Hal ini tentu tepat jika Pemerintah memilih dr Reisha menjadi seorang Juru Bicara. Namun harus adanya usaha dominan di ranah politik agar ekspresi perempuan dapat diterima di masyarakat.


Metodologi Penelitian

Paradigma penelitian ini adalah paradigma kritis. Dimana tujuan paradigma ini adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Seperti yang telah disinggung diatas mengenai feminisme, memperjuangkan nilai-nilai tentang keadilan sosial, kesetaraan atau kesamaan martabat antara laki-laki dan perempuan, baik itu politik, ekonomi, sosial, dan lainnya. Dalam peneltitian ingin mengetahui perempuan dan kaitannya dengan perubahan sosial melalui penunjukan dr Reisa sebagai Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun