Sebelumnya peneliti ingin menjelaskan bahwa perbedaan yang terjadi atas laki-laki dan perempuan bukan semata-mata hanya faktor biologis maupun fisik tetapi di luar faktor tersebut. Gender ini kemudian berimplikasi pada perbedaan tugas dan peran sosial kaum laki-laki dan perempuan dalam aktivitas sosial, lebih didasarkan pada faktor bentukan budaya.Â
Getar Gender (2004) karya Nunuk Murniati terdapat dua teori gender, yaitu: Nature ekstrem yang beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh perbedaan biologis dua insan tersebut. Sedangkan Nurture beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan sebagian besar hasil dari sosialisasi, yang berarti ciptaan manusia dan lingkungannya.
Korelasi asumsi dasar yang disampaikan oleh Cheris Kramarae dengan penelitian ini, berlandaskan Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern (2006) karya Howard Fredman :
- Â Adanya pembagian kerja dilingkungan seperti sehari-hari, perempuan kerap dideskripsikan sebagai makhluk yang emosional, berwatak pengasuh, mudah menyerah, komunikatif, mudah bergaul, lemah, subyektif, pasif, dan lainnya.
- Sistem persepsi laki -- laki lebih dominan dalam politiknya, pada umumnya, laki-laki sejak kecil hingga dewasa memperhatikan kemampuan spasial yang lebih baik, seperti mahir dalam mengerjakan tugas dan tes, mengetahui lebih banyak mengenai geografi dan politik, serta kemampuan matematik yang lebih baik. Sedangkan perempuan sejak kecil hingga dewasa menunjukkan kemampuan verbal yang lebih maju. Anak perempuan cenderung memiliki pembendaharaan kata lebih banyak dan lebih baik. Hal ini diperolehnya dari mengerjakan tugas membaca dan menulis secara baik.Â
- Â Dalam lingkunganya laki -- laki, cenderung berani mengambil tanggung jawab dalam kelompok kecil dan aktif memberi, cenderung untuk memberikan perlindungan, minatnya tertuju pada hal-hal bersifat intelektual, abstrak, berusaha, memutuskan sendiri dan ikut berbicara. erempuan yaitu bersifat pasif dan menerima, minat tertujua kepada yang bersifat emosional dan konkret. Berusaha mengikut dan menyenangkan orang tua dan bersikap subyektif. Â
Berdasarkan hal diatas peneliti melihat bahwa pada dasarnya perempuan memiliki kemampuan komunikasi yang cukup baik ketimbang laki-laki. Hal ini tentu tepat jika Pemerintah memilih dr Reisha menjadi seorang Juru Bicara. Namun harus adanya usaha dominan di ranah politik agar ekspresi perempuan dapat diterima di masyarakat.
Metodologi Penelitian
Paradigma penelitian ini adalah paradigma kritis. Dimana tujuan paradigma ini adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Seperti yang telah disinggung diatas mengenai feminisme, memperjuangkan nilai-nilai tentang keadilan sosial, kesetaraan atau kesamaan martabat antara laki-laki dan perempuan, baik itu politik, ekonomi, sosial, dan lainnya. Dalam peneltitian ingin mengetahui perempuan dan kaitannya dengan perubahan sosial melalui penunjukan dr Reisa sebagai Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H