Berkaitan dengan hal tersebut, penting juga untuk me- nyoroti tingkah laku sosial, oleh karena tingkah laku tersebut selalu mempunyai penyebab, motif dan tujan tertentu, seperti di atas tadi sudah dijelaskan. Maka, perubahan-perubahan pada sebab, motif atau tujuannya akan berpengaruh juga pada formasi sosial yang terjadi secara otomatis, yang akan berpengaruh juga pada strategi penguatan institusi dalam sistem sosial tersebut.Â
Motif dan tujuan tersebut dapat ditinjau dari sisi internal dan eksternal, oleh karena kondisi internal dan eksternal berhubungan timbal balik dari suatu sistem sosial. Pada umumnya faktor internal merujuk pada kebutuhan-kebutuhan tertentu pada suatu saat, khususnya menurut tingkat desakan- nya.Â
Kebutuhan-kebutuhan yang dimaksudkan dapat bersifat fisik-biologis, sosial maupun psikologis. Faktor eksternal pada umumnya menggambarkan tantangan dan ancaman yang ber- asal dari lingkungan. Stimulan yang kompleks ini juga dapat bersifat fisik-biologis, sosial maupun psikologi.
  Faktor-faktor internal dan eksternal itu akan memberikan arah kepada tingkah laku si pelaku, sebab objek yang menjadi tujuannya itu tentunya merupakan fungsi dari kebutuhan yang ada berserta tantangan lingkungan yang mendesaknya. Namun, seberapa jauh si pelaku dapat maju ke depan mendekati objek tujuan, itu masih tergantung dari potensi dan kemampuan yang ada pada dirinya (social self, dimana social self sendiri tergantung pada struktur dan kondisi territorial, serta struktur dan dinamika sosial.
Persepsi Sosial Terhadap Lingkungan
  Secara kualitatif dan kuantitatif, meluasnya tantangan lingkungan yang disertai peningkatan kebutuhan menuntut pula suatu peningkatan dari social self. Perubahahan identitas sosial tersebut akan mengubah persepsi sosial terhadap lingkungannya. Lingkungan masyarakat tidak saja merupakan sumber segala macam tantangan, tetapi juga sekaligus menjadi wilayah sumber-sumber yang dapat memenuhi kebutuhannya. Bagaimana lingkungan tersebut dipersepsikan sangat tergantung pada social self. Persepsi atas lingkungan penting ketika memengaruhi formasi modal sosial yang terjadi. Karena formasi modal sosial pada akhirnya juga memengaruhi pilihan strategi penguatan institusi-institusi yang berada di dalam lingkungan yang dipersepsikan tersebut. Dalam hal ini, John S. Nimpoeno (1980) mengklasifikasi persepsi sosial terhadap lingkungannya menjadi empat klasifikasi sebagai berikut:
  Lingkungan 'seadanya' (randinized, placid environment): di dalam lingkungan ini segala tantangan dan sumber kebutuhan tidak berubah dan terdistribusikan 'at random'. Justru karena situasi 'seadanya' ini dan yang berstruktur tenang, maka masyarakat pada tingkat persepsi ini cenderung untuk bergerak maju 'at random' pula atau tanpa memerlukan pemikiran dan perencanaan.
  Placid, clustered environment. Lingkungan ini dapat di persepsikan oleh masyarakat yang dapat membedakan faktor- faktor lain di samping adanya sumber-sumber pendapatan dan tantangan-tantangan. Sumber dan tantangan dilihat sebagai cluster/pengelompokan yang memiliki nilai tertentu, misalahnya: "wilayah yang menghasilkan dengan aman", "wilayah yang tidak menghasilkan walaupun aman", "wilayah yang menghasilkan tetapi berbahaya" dan "wilayah yang tidak menghasilkan dan tidak aman". Untuk bergerak maju dalam lingkungan seperti ini diperlukan pemikiran, pertimbangan dan juga organisasi. Atau dengan kata lain, diperlukan konsentrasi sumber daya operasional, ketaatan terhadap rencana umum dan pengembangan sistem-wewenang yang jelas, agar dapat mencapai tujuan. Masyarakat akan bertendensi untuk menyu- sun dirinya dalam pengorganisasian yang cukup rumit, dengan hierarki yang ketat dan dengan kontrol serta kondisi yang dipusatkan secara sentral.
  Distrubed-reaktive environment: corak ini agak sama de- ngan tipe b, namun adanya kelompok-kelompok sosial lain, yang bergerak di dalam lingkungan yang sama. Gerakan kelompok-kelompok lain dapat dipersepsikan sebagai gangguan. Khususnya sebagai saingan kalau mempunyai tujuan sama dengan masyarakat itu sendiri. Jadi lingkungan tersebut tidak bersifat statis tenang melainkan memperlihatkan juga reaksi- reaksi terhadap gerakan masyarakat itu oleh kelompok-kelompok saingan tadi. Dengan demikian, gerakan maju masyarakat tidak hanya ditentukan oleh lokasi-lokasi lingkungan yang menguntungkan atau membahayakan, melainkan juga dipenga- ruhi oleh kapitalis dan kekuatan masyarakat itu untuk bergerak menurut rencana tertentu, yang mengindahkan saingan-saingan yang mempunyai kekuatan dan rencana juga.
  Distrubed Turbulent Field: lingkungan dipersepsikan se- bagai sesuatu yang sangat kompleks dan dinamis. Berbeda dengan tipe c, dimana dinamika ditimbulkan oleh adanya interaksi antar kelompok-kelompok yang saling bersaing, maka tipe ini lingkunganya sendiri yang selalu berubah dan bergolak, disamping adanya interaksi antar berbagai kelompok sosial.
  Mengingat pelbagai pertimbangan kontekstual-sosial ter- sebut, maka strategi pendekatan untuk penguatan institusi berbasis warga tidak bisa digeneralisir. Yang jelas (jangan sampai terlupakan), langkah pertama yang harus dilakukan untuk memperkuat institusi berbasis warga adalah mengidentifikasi dan memahami situasi kontekstual-sosial dimana penguatan institusi tersebut dilakukan. Secara lebih sistematis, Norman Uphoff (1986) menjelaskan aspek-aspek (strategi) yang dapat dilakukan untuk mendorong penguatan institusi lokal, sangat tergantung pada kontekstual-sosial yang ada. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah: Pertama, Dukungan (Support), dimana bentuk dukungan terhadap sistem sosial yang ada sangat bervariasi. Menurut Uphoff, setidak-tidaknya ada tiga model dukungan yang bisa dilakukan, yaitu: Pertama, Existing Local Institutional': Source of Initiative Strong-Weak, Local- Asistance, Shared-Facilitation, Outside-Promotion. Kedua, Mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Bentuk dan aspek ini sangat beragam, mulai dari pendidikan,pelatihan sampai pada pembelajaran dari proses (learning by doing) yang mungkin akan terjadi peningkatan kapasitas ketika dihadapkan pada benturan-benturan 'yang dialaminya. Ketiga, Penguatan legitimasi dan kapasitas institusi, seperti penguatan responsibilitas dan transparansi pada konstituennya, 'chanelling dari berbagai pihak yang mempunyai hubungan kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung, penguatan ja- ringan informasi dan komunikasi, dan sebagainya. Keempat, Penguatan manajemen mobilisasi sumber daya (resources mobilization management.