Ibadah shalat merupakan ibadah mahdhah yang mempunyai tujuan sebagai proses pendekatan diri kepada Allah. Secara intrinsik, shalat adalah paket wisata menuju Allah, sebagaimana disebutkan dalam satu hadis: “Shalat adalah mikraj Mukmin.”
Dampak yang ditimbulkan ketika seorang mukmin ikhlas dalam menunaikan shalat adalah adanya perubahan dalam sikap individual maupun sosial. Seseorang yang benar-benar memahami hakikat shalat dipastikan imun dari segala bentuk kezaliman. Penegak shalat tidak akan pernah asosial apalagi amoral. “Sesungguhnya shalat mencegah dari yang keji dan munkar.” (QS. al-Ankabut: 45).
Dapat dipastikan ketika seseorang shalat namun tidak berdampak perubahan sosial ke arah yang baik, maka kita harus pertanyakan kesungguhan shalatnya. Jangan-jangan shalat hanya proses ritual yang belum menyentuh hakikat yang terkandung di dalam shalat.
Shalat yang tidak sampai pada tahapan makrifatullah atau mengetahui hakikat Allah, maka perilaku asosial maupun amoral mudahlah timbul dan mengakar. Jadi ketika seseorang rutin dalam melaksanakan shalat, namun masih melakukan tindakan makar, korupsi, berdusta dan tindakan asosial maupun amoral lainnya, berarti shalatnya masih pada level rutinitas/kebiasaan.
Mereka mengabaikan makna salam, melupakan rahasia al-Fatihah, mengacuhkan filosofi rukuk dan sujud, dan menganggap shalat sebagai sebuah gerak badan semata. Hendaknya shalat bisa dijadikan sebagai ajang dialog kepada Allah dalam proses perubahan individu kearah yang lebih baik. Agar ketika perubahan pribadi terwujud bisa berdampak baik pula pada sosial masyarakat.
Dan momentum peringatan Israk Mikraj tahun ini hendaknya tidak hanya sebagai ajang ritual biasa, namun dapat kita refleksikan supaya bisa menangkap ibrah di balik mukjizat Allah kepada Nabi kita Muhammad SAW.
Opini pada Harian Serambi Indonesia Edisi; Jumat, 22 Juni 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H