Mohon tunggu...
Yulia Eka Sari
Yulia Eka Sari Mohon Tunggu... Akuntan - Pejalan Kaki

Temui aku dalam lembar buku-buku dan jeda dalam kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Potensi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Migrasi TV Digital

20 Agustus 2021   21:32 Diperbarui: 20 Agustus 2021   21:43 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara keseluruhan jika kita membandingkan penggunaan frekuensi TV analog v.s TV digital. TV analog banyak memakan pita frekuensi di 700 MHz, yakni sebanyak 328 MHz. Sedangkan jika kita beralih ke TV digital, hanya dibutuhkan pita frekuensi selebar 176 MHz. Artinya terdapat 152 MHz, 112 MHz bisa digunakan untuk keperluan lain, seperti pengembangan jaringan 5G, dan masih ada cadangan 40 MHz untuk perkembangan teknologi di masa depan. Sisa frekuensi ini bisa menjadi devident digital yang dapat menjadi sumber keuangan suatu Negara (kompaspedia.kompas.id).

TV digital merujuk pada siaran televisi free to air yang ditransmisikan menggunakan format digital. Format ini memiliki keunggulan yaitu gambar lebih bersih, suara lebih jernih dan teknologi juga lebih canggih. Penggunaan format digital ini yang membedakan dengan format di sinyal analog, jika kamu pernah mengalami ketika hari hujan, di televisimu muncul noise, atau layar kesemutan, hal ini tidak akan terjadi di TV Digital. Selain itu TV digital juga bukan layanan TV berbayar sebagaimana TV kabel yang untuk mengakses stasiun tertentu kamu harus belangganan. TV digital tidak berbayar dengan potensi pengembangan saluran siaran baru.

Sistem yang digunakan pada TV digital juga memungkinan dilakukannya pelebaran frekuensi. Dalam sistem analog satu kanal hanya bisa diisi oleh satu saluran siaran, sedangkan dalam sistem digital, satu kanal bisa diisi 6-12 saluran sekaligus. Itu sebabnya, meski frekuensi yang digunakan semakin berkurang, tapi potensi untuk munculnya saluran siaran baru menjadi salah satu poin positif, terutama diera digital yang konten di media sosial dan lainnya semakin banyak.

            Lalu apa yang harus kamu lakukan untuk migrasi TV analog ke TV digital? Apakah kamu harus beli TV baru yang super tipis? Apakah TV tipis tersebut adalah 'defenisi' TV digital.

pexel.com
pexel.com

TV tipis yang tidak ada dirumahmu, atau kita sebut TV LED, bukanlah defenisi dari TV digital. Karena sebagaimana yang dijelaskan diatas, yang dimigrasi atau yang berubah adalah format sinyal yang digunakan. Itu artinya kamu tidak perlu mengganti TV tabungmu.

Untuk menikmati TV digital hanya diperlukan antena Ultra High Frequency (UHF) serta perangkat TV yang selama ini kamu digunakan untuk menerima siaran TV analog sebelumnya.  Artinya perangkat TV analogmu saat ini masih bisa digunakan. 

Yang diperlukan adalah teknologi penerima sinyal digital yang dipancarkan oleh sistem Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T). Saat ini, Indonesia sudah menggunakan DVB-T2 yang merupakan generasi kedua. Jika TV analogmu mempunyai teknologi tersebut, kamu akan bisa langsung menikmati TV digital tanpa mengganti perangkat TV-mu.

Namun jika TV analogmu belum memiliki kemampuan untuk DVB-T, kamu perlu menambah alat bernama dekorder atau Set Top Box (STB). STB merupakan perangkat yang dapat menangkap sinyal digital kemudian merubahnya menjadi sinyal analog yang ditampilkan di TV analogmu. STB dipasang diantara antena dan TV, dan harganya juga terjangkau, berkisar 350 ribu. Sebelum membeli, pastikan STB-nya digunakan untuk TV digital, atau pastikan ada gambar maskot Modi (maskot siaran digital yang digunakan oleh Kominfo).

 Jadi, hayukk migrasi dulu TV mu ke TV digital sebelum pemerintah menyuntik mati TV analog, yang artinya, kamu tidak akan dapat siaran apapun. Pelaksanaan penyuntikan mati TV analog dilakukan bertahap dimulai pada  April 2022, akhir Agustus 2022  dan awal November 2022.

Manfaat TV Digital Bagi Masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun