Sepekan lalu, usai beraktivitas saya bersama suami hendak ke outfit perlengkapan haji dan umrah di pusat kota.
Saya ingin membeli kerudung untuk padu padan seragam gamis. Ya, semenjak keluarga kami umrah delapan tahun silam, toko tersebut menjadi langganan, khususnya busana muslim dan beragam cemilan asal negara Arab.
Sore itu senja tenggelam meski belum waktunya. Seiring semilir angin, awan hitam turut menghias langit kota. Meski demikian tidak menyurutkan niat, kami langsung tancap gas. Berangkat....!
Belum lama berkendara, jalan Jogja-Solo, tepatnya 750 meter dari rumah mengalami kemacetan layaknya puncak arus balik.
"Lho-lho...Hari Raya Idul Fitri kan, sudah lewat, puncak arus balik lebaran 2024 pun lama berlalu. Tetapi kok, jalanan macet. Ada apa, yah?"
"Mungkin mungkin ada kecelakaan," kata suami asal-asalan.
Memang sih, jika terjadi kecelakaan fatal, macetnya puol.Â
Â
Solo.
Kemacetan berjarak sekira 500 meter dari tempat berpijak. Berderet kendaraan mulai roda dua hingga mobil memenuhi lajur kiri dari arah
Sebenarnya saya ingin mengetahui penyebab kemacetan, tetapi niat saya urungkan dan mengikuti suami yang memilih jalan alternarif menuju kota.
Di bawah rintik gerimis, motor yang kami kendarai tetap melaju melewati gang kecil area perindustrian, serta kampung  padat penduduk, hingga akhirnya sampai di jalan raya.
"Selamat datang."
Senyum ramah pramuniaga menyambut kedatangan kami, saya pun membalas dengan senyum termanis. Ciee...
Tak lama berselang, tiga kerudung saya dapatkan, setelah merasa "sreg" (nyaman) ketika memakai, saya segera membayar dan bergegas pulang.
Qodarullah, di tengah perjalanan Allah memberkahi kami dengan hujan. Sangat deras. Suami pun membelokkan kendaran ke emper toko bermaksud memakai jas hujan.
Sayangnya, jas hujan yang tersedia di jok motor hanya satu lembar. Jika dipaksakan saya bakalan klebes alias basah kuyup. Akhirnya kami berteduh di toko tersebut, mungkin lebih tepatnya di rumah makan.
Sebab di kedua sisi pintu masuk tersedia dua wastafel tempat cuci tangan. Sedangkan di samping toko tampak bangunan beratap baja ringan. Di dalamnya terlihat piranti untuk memasak.Â
Tersemat sebuah tulisan menu soto ayam di pintu pagar. Beruntung aktivitasnya telah usai, sehingga keberadaan kami tidak menggangu.
kenangan semasa pacaran 17 tahun silam. Ketika itu (calon suami) bekerja di luar kota, beliau pulang sebulan sekali.
Saat berteduh, saya teringat sebuahLayaknya anak muda pada umumnya, di malam minggu, kami memanfaatkan momen kebersamaan sekadar bermotor, atau mencicipi kuliner khas Kota Panggang.
Saya tersenyum jika mengenangnya. Hujan membawa berkah, membangkitkan kenangan bersejarah di bulan syawal. Saya pun bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Yakni, menjadi wanita pilihan suami sholeh.
Waktu lama berlalu, tetapi hujan belum reda. Saya pun teringat pesan guru spiritual, ketika di perjalanan turun hujan merupakan waktu mustajab untuk berdoa, dan memohon segala keinginan, Insyaa Allah dikabulkan.
Tak ingin menyia-nyiakan waktu mustajab, dengan bismillah saya pulang sambil doa, berharap keinginan dikabulkan. Tidak lupa lantunan zikir menghiasi bibir.
Alhamdulillah, meski sedikit basah akhirnya sampai di rumah dengan selamat. Sekian dari saya, terima kasih sudah singgah.
Â
#HujandanKenangan
#Fiksiana
#ArtikelYuliyanti
#Klaten,29April2024
#Tulisanke-588
#MenulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H