Buru-buru saya ke tetangga sebelah, di mana tempat tersebut sebagai tujuan utama membeli telur ayam kampung dan bebek.Â
Angsa piaraan beliau cukup lumayan, sehingga menghasilkan telur yang melimpah. Dan telur tersebut tudak ditetaskan sehubungan hewan piaraan tidak dikembangbiakkan.Â
Namun, pagi itu saya tidak bisa menemukan tuan rumah meski sudah berulangkali memanggil. Akhirnya saya pulang dengan tangan hampa.
 "Rasah nganggo telur karo krupuk."
Kalimat yang dilontarkan Nak Nang mempunyai arti tidak usah pakai telur dan krupuk. Tentu hal ini sedikit menghemat waktu. Meski sejujurnya saya kasihan karena menu tidak lengkap.Â
Lantas saya mengeluarkan isi kulkas. Beruntung masih tersisa jagung manis serta sosis daging sapi, dan timun meskipun dalam jumlah terbatas. Rasa-rasanya cukup menjadi menu santap pagi dan bekal sekolah. Â
Membuat nasi goreng bertabur jagung manis ini berkat ide suami. Pada suatu pagi, saya dan Nak Nang sedang berbincang seputar menu santap pagi.
"Bikin nasi goreng jagung manis, wae," kata suami menimpali obrolan kami.
"Enak iki. Kayak menu di hotel."
Tanpa bertanya lagi, saya langsung gercep, mempersiapkan bahan untuk membuatnya. Awalnya Nak Nang meragukan tentang rasa.Â
Saya sih maklum, ia belum pernah menyantap makanan yang dimaksud suami. Berbeda dengan kami yang lebih banyak makan asam garam kehidupan. Ah, jadi curhat.