Mohon tunggu...
Yuliyanti
Yuliyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yuli adja

Yuliyanti adalah seorang Ibu Rumah Tangga memiliki kesibukan mengurus bisnis keluarga, Leader paytren, Leader Treninet. Sebagai penulis pemula telah meloloskan 7 antologi. Penulis bisa ditemui di IG: yuliyanti_leader_paytren Bergabung di Kompasiana 20, Oktober 2020

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pentingnya Mengajarkan Sopan Santun Kepada Anak Semenjak Dini

17 Desember 2023   11:57 Diperbarui: 17 Desember 2023   14:41 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto spanduk aneka kuliner. Dokpri Yuliyanti 

Sopan santun merupakan kaidah atau yang lebih dikenal dengan tatanan hidup di dalam lingkungan masyarakat.

Dalam kehidupan bersosialisasi antar sesama, sudah selayaknya kita menjunjung tinggi norma-norma dan etika. 

Adapun sopan santun mempunyai banyak manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Islam tidak hanya mengajarkan tentang kaidah agama, tetapi jua tentang nilai-nilai kesopanan. Salah satunya mendahulukan tentang kebenaran, kebaikan saat berinteraksi kepada sesama. 

Anjuran tersebut bisa diterapkan semenjak dini di keluarga dan lingkungan. Salah satu contoh dengan mengutamakan penggunaan tangan kanan ketimbang tangan kiri.

Kita sering mendengarkan kalimat bahwasanya tangan kanan(baik) digunakan untuk makan, serta memberikan sesuatu kepada orang lain. Sedangkan tangan kiri, mempunyai fungsi bersuci.

Cerita berbeda lagi jika seseorang kidal. Mereka cenderung menggunakan tangan kiri dalam beragam aktivitas. Meski demikian, di saat-saat tertentu ia tetap menggunakan tangan kanannya.

Menurut Kompas.com, Pelukis terkenal Leonardo da Vinci yang lahir sebagai anak kidal, dia belajar menulis menggunakan tangan kanan semenjak masih muda," ujar sejarawan seni Cecilia Frosinini.

Bicara soal adab menggunakan tangan kanan ketimbang tangan kiri, kisah ini mengingatkan saya pada suatu peristiwa yang membuat saya dan suami geleng-geleng kepala.

Di penghujung Bulan Agustus lalu, saya bersama suami sedang menikmati malam minggu(malming).

Ya, kami berdua memang jarang menjalani momen di atas. Lantaran agenda suami di lingkungan masyarakat jua komunitasnya semakin padat.


Dan ketika ada kesempatan, kami memanfaatkan momen dengan bermotor di sepanjang jalan Kota Klaten. Bahkan melebarkan sayap hingga menembus area perkampungan pinggiran kota.

Dalam menempuh perjalanan, kami menemukan kuliner yang cukup populer. Hidangan yang disukai berbagai kalangan, tidak petlu merogoh kocek dalam sekalipun disajikan di rumah makan hingga pinggir jalan. 

Makanan yang tidak lain  "mie ayam dan bakso" cukup menggiurkan hingga kami berminat mencicipinya.

Seperti pada umumnya, begitu kaki menginjakkan kaki di depan gerobak, salah satu penyaji menu menyambut dengan senyuman.

"Mau pesan apa Bu?"

"Satu porsi mie ayam dan bakso kosongan ya, Mas. Minumnya te panas satu gelas."

Meskipun tanpa menambahkan takaran gula, penjual sudah paham yang dimaksud pelanggan ( tehnya manis). Meski jadinya tidak terlalu manis. Hehe...

Sedangkan bakso kosongan yang saya maksud, terdiri dari bakso berkuah, diberi sedikit potongan daun sawi, bertabur selederi serta bawang merah goreng.

Ya, hampir setahun saya membatasi asupan berlemak. Makanya, cukup memesan bakso kosongan.

Di dalam ruangan yang terhitung tidak luas, sekira terdiri dari 3 atau 4  bangku(meja). Setiap meja bisa ditempati 4 orang.

Foto spanduk aneka kuliner. Dokpri Yuliyanti 
Foto spanduk aneka kuliner. Dokpri Yuliyanti 
Di dalam warung terbentang spanduk bertuliskan hidangan yang ditawarkan.

Tanpa menunggu lama pesanan terhidang secara bergantian. Pedagang mie ayam terlihat sopan dalam menyajikan hidangan.

Namun, suami terhentak seketika ibu-ibu ( mungkin sudah dipanggil nenek jika dilihat raut wajahnya), dalam menyajikan minuman dengan tangan kiri.

Apakah dia kidal?

Setelah menghidangkan minuman, saya melirik ibu yang berlalu. Sejauh pengamatan saya, warung tersebut dikelola oleh satu keluarga.  

Apakah dia kidal, kok menyajikan dengan tangan kiri tanpa kata mempersilahkan kepada pelanggan yang ibaratnya raja?

Seandainya benar-benar kidal? Haruskah melayani tamu dengan tangan kiri? Dan akhirnya, saya hanya ngelus dodo. 

Mengelus dada sambil beristighfar, semoga keluarga kami tetap bisa menjaga adab kesopanan.

Mendahulukan tangan kanan ketimbang tangan kiri dalam berbagai aktivitas. Terutama jika berhadapan dengan orang lain.

Lantas apa hubungannya dengan dua kisah di atas dalam peranan di keluarga?


Dari dua kisah di atas saya simpulkan ada benang merah yang saling berkaitan. Terutama tentang pola didik yang harus kita tanamkan kepada anak semenjak dini. 

Anak terlahir ibarat kertas putih tak bernoda. Tergantung kita sebagai orang tua menginginkan anak sesuai kriteria yang diinginkan.


Pentingnya mengajarkan sopan santun pada anak sejak dini

Saya sendiri selalu mewanti-wanti anak untuk menghormati orang yang lebih tua.  Mendidik anak semenjak dini menjadi salah satu kewajiban orangtua. Salah satunya mengajarkan sopan santun.

Adab sopan santun :

Adapun ada sopan santun salah satunya berkata-kata dengan baik. Misalnya, dengan bertegur sapa dengan lembut kepada sesama, lebih-lebih kepada orang tua. Memberi dan menerima sesuatu menggunakan tangan kanan.

Karena adab dan sopan santun adalah hal yang harus diajarkan dan dibiasakan sejak kecil, dimana anak masih dapat kita bentuk menjadi pribadi yang baik.

Mengucapkan terimakasih.

Adap sopan santu yang lainnya dengan mengucapkan terima kasih. Ungkapan tersebut tidak hanya saat kita menerima sesuatu (hadiah) dari orang lain. 

Melainkan mencakupi semua hal kebaikan, wejangan, saran, hingga ilmu yang bermanfaat bagi diri sendiri. 

Nah, itulah contoh hal-hal kecil yang mesti kita ajarkan kepada buah hati semenjak dini. Pembaca, bagaimana menurut Anda, apakah itu penting?

Terima kasih sudah singgah.

#PentingnyaMendidikAnak
#AdabSopanSantun
#ArtikelYuliyanti
#Tulisanke-523
#Klaten, 17 Desember 2023
#MenulisdiKompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun