Saya jadi teringat dengan kisah kedua sahabat saya. Sebut saja, Dewi dan Sonya. Keduanya mempunyai kisah hampir serupa, berpisah dengan kekasih hati. Lalu menerima takdirnya.
Dewi dijodohkan dengan pria pilihan orangtuanya. Sedangkan Sonya rela meninggalkan kekasih hati yang takkunjung melamar.
Saat Sonya mengetahui orangtuanya menjodohkan dengan lelaki lain, ia pun memantapkan hati untuk menerima pinangan.
Keduanya menjalani akad nikah meski tidak seperti pasangan yang sedang nandang kasmaran(dilanda cinta) pada umumnya. Mereka benar-benar berserah.
Memang, mereka menikah bukan pada zaman Siti Nurbaya, tetapi begitulah kenyataanya. Apa alasan mereka menerima perjodohannya? jawabannya ada dalam artikel di bawah ini.
***
Kali ini izinkan saya berbagi sedikit wawasan. Saat mengikuti pembelajaran daring bersama K.H. Ahmad Kosasih, Assatid Daarul Qur'an, di PayTren Academy
Menurut beliau, seorang muslim yang cukup umur untuk menikah, apalagi sudah memiliki calon mempelai, serta mencapai kesepakatan untuk meneruskan ke jengjang pernikahan, hendaknya segera menikah.
Hal serupa juga berlaku kepada seseorang yang dijodohkan. Bila keduanya tidak keberatan, serta menerima perjodohkan tersebut merupakan jalan terbaik dari Allah SWT, maka sebaiknya segera menghalalkan pasangannya dengan akad nikah.
Akad nikah adalah proses yang sangat sakral. Jika kita memahami hanya sekadar ucapan, maka akan mengurangi makna pernikahan, sehingga menjadikan bahtera rumah tangga sebagai persinggahan sementara.
Dari kisah yang saya tulis di atas, bagi saya sangat menarik serta menginspiratif. Mungkin kisah ini juga bisa menjadi inspirasi bagi pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan. Karena dijodohkan.