"Mi, besuk aku vaksin di sekolah."
Nampak wajah berbinar pada Jum'at malam 10, September 2021.
"Ajarin ngisi datanya, dong Mi! Ucapnya sambil menyodorkan Hp.
Sebuah pemberitahuan sekaligus formulir Kartu Kendali Pelayanan vaksinasi Covid-19 dari Wali kelasnya.
Rencana akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 11 September 2021, serentak mulai kelas 7, 8 dan 9 yang hampir mencapai 1000 siswa.
Saya pun segera membaca formulir tersebut. Semua tulisan hampir sama yang tertulis di lembar kartu vaksin untuk saya dan suami.
Suami yang mendengar pembicaraan kami pun menyarankan saya untuk mengambilkan selembar fotocopy Kartu Keluarga(KK) untuk diberikan pada anak.
Saya tau maksud beliau, dari KK tersebut, saya memberi pengertian kepada anak supaya esok hari mampu mengisi data sendiri sesuai kebenaran yang tertulis di Kartu Keluarga.
Bermula dari
Nama:
Nomor Induk Kependudukan(Nik):
Tempat tanggal lahir:
Nomor Hp:
Alamat    :
Sengaja saya suruh anak menulis malam itu, agar ia tidak lupa saat tiba di sekolah. Pada saat bersamaan sebuah pesan masuk di layar ponsel anaknya.
Sebuah nama terpampang di layar ponsel, sebut saja faisal(bukan nama sebenarnya) ia teman sekelas dari anak saya. Dalam pesan tertulis curhatannya.
Kata Faisal, ia ditakut-takutin orsng tuanya untuk tidak ikut vaksin karena informasi yang salah.
Saya mengatakan pada anak untuk mensupport Faisal. Pula berusaha untuk tidak mempercayai ucapan orang tua yang tidak benar.
Ya, kata Faisal, orang tuanya telah mengatakan bahwa jarum suntik vaksin itu terlalu besar.
Melansir Republika.com. Perhimpunan Pendidikan dan Guru(P2G) merilis hasil survei yang menunjukkan, 23,5 persen orang tua ragu-ragu dan 13,2 persen tidak setuju, 72,5 persen khawatir.
Kekhawatirannya berdampak  buruk pada anak setelah divaksin, ujar Kepala Bidang Advokasi P2G, Imam Zanatul Haeri, dalam rilis survei secara daring, Ahad(11,7)
Alasan orang tua ragu-ragu dan tidak setuju terhadap vaksinasi Covid-19 untuk anak berikutnya antara lain, khawatir tujuan vaksinasi bukan untuk kesehatan (5,4 persen), vaksin tidak halal (4,2 persen).
Sedangkan anak memiliki penyakit 5,2 persen, vaksin belum teruji 4 persen. Di sisi lain, 63,3 persen orang tua setuju atas pemberian vaksin Covid-19 untuk anak.
Ayah, Bunda, jangan takuti anak dengan covid-19, ayo dukung putra-putri tercinta yang berusia 12-17 tahun serta dalam keadaan sehat tanpa adanya keluhan untuk mengikuti vaksinasi.Â
Langkah ini dilakukan supaya anak memiliki kekebalan pada tubuh. Insyaa Allah aman dalam mengikuti Pembelajaran Tatap Muka(PTM) sebagai bentuk menjalankan protokol kesehatan anjurkan pemerintah.
Melansir dari ivoox.id, Psikolog Anak dan Keluarga sekaligus Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani Sani Budiantini Hermawan mengingatkan, setiap orang tua agar tidak menakuti anak-anak tentang COVID-19Â karena akan berdampak pada psikologi mereka.
Sebagai orang tua kita harus memberi edukasi kepada anak secara benar. Misalnya, dengan mengatakan bahwa kita akan sehat bila memakai masker dan tetap menjaga protokol kesehatan lainya.
Kecemasan orang tua menghadapi pandemi selama ini tidak boleh menimbulkan stres supaya tidak menular pada anak.
Sekian dari saya, selamat malam. Semoga bermanfaat.Â
#ArtikelYuliyanti
#Tulisan-Ke 181
#Klaten, 181 September 2021
Baca Juga artikel sebelumnya:"Begini Cara Saya Mendapatkan Vaksin Pencegahan Covid-19"Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H