Setelah gerai bagian depan hafal, saya mengedarkan pandangan memperluas stok di gudang sebelah. Tandon barang dalam jumlah besar tersusun rapi pada tempatnya.
Syukur alhamdulillah, dalam waktu tiga bulan saya mampu menghafal hampir semua jenis barang, harga dan tempatnya.
Iya, begitulah cara kerja saya, supaya lebih mudah memahami, dan tidak hanya mengandalkan bantuan kawan senior. Karena pada waktu itu, semua jenis barang yang dijual belum diberi label harga.
Jadi, setiap ada pembeli dan kita tidak tahu harganya, ya, hanya bertanya kepada para Bos yang duduk di belakang meja kasir, kebetulan ada dua pria  yang berjaga saat pagi.
Sedangkan siang hingga sore ganti para wanita cantik adik dari Ko Sien.
Tentunya dengan karakter yang berbeda-beda. Ada yang cuma senyum-senyum main suruh, ada juga yang mau bekerja sekadar mengambil sesuatu barang. Dan, seperti mandor.l pula.
Begitu pula kakak tertua Bos yang bernama, Pak Wawan. Beliau orangnya agak tempramental dan pelit. Sedangkan Pak Bos orangnya baik. Bahkan, kami sering bercanda meski terkadang bos kelewatan dalam bergurau.Â
Sementara adik Ko Sien, yang bernama Mas Ardi, orangnya supel, suka memberi camilan, kadang mentraktir  mie ayam yang mangkal di depan toko.
 Tetapi, sangat disayangkan sifatnya masih kekanak-kanakan meski sudah dewasa. Apalagi, pacarnya banyak.
Suatu ketika, salah satu kakak  Bos menyuruh saya untuk menyiapkan barang-barang pesanan istrinya. Beliau membuka usaha dibidang yang sama di rumah.
Dengan cekatan saya bisa merampungkan tugas dengan baik. Beliau pun senang. Bahkan, menjadi langganan. Â