Mohon tunggu...
Yuliyanti
Yuliyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yuli adja

Yuliyanti adalah seorang Ibu Rumah Tangga memiliki kesibukan mengurus bisnis keluarga. Sebagai penulis pemula telah meloloskan 7 antologi. Penulis bisa ditemui di IG: yuliyanti_yuli_adja Bergabung di Kompasiana 20, Oktober 2020

Selanjutnya

Tutup

Love

Kencan Pertama Tak Selalu Berakhir Indah

20 April 2021   22:15 Diperbarui: 20 April 2021   22:43 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suaranya begitu merdu lagi menggoda.  Membuat hatiku tertawan. Setelah kencan pertama, aku minta putus saja.

Kenapa?

Ya, illfeel lah. Meskipun telah sekian lama hati terpaut dengannya. Namun, setelah kencan pertama ternyata tak selalu berakhir indah.

Begitulah kata yang pantas tersematkan dalam sekelumit cerita kala remaja.

Entah dari mana datangnya cinta, darimana pula dia dapat nomor ponsel saya. Yang kutahu takdir telah mempertemukan dengannya.

Sebut saja Lelana, seorang pria pemilik suara merdu, mampu meluluhkan hatiku. Dalam asah tembang jawa, kemampuaanya taklagi diragukan. Dikelilingi beberapa wanita berparas ayu sebagai penyanyinya. Sebuah hal yang terkadang membuat hati cemburu.

Lewat telephone kami saling bertegur sapa, hingga akhirnya bercakap mesra. Setelah beberapa bulan lamanya. Dia mengeluhkan  tentang rasa rindunya ingin bertemu dengan secara kasat mata.

"Ah, entar dulu." Jawabku waktu itu. Ada rasa sedikit ragu, entah kenapa hati pun setuju.

Setelah beberapa hari kemudian, dia pun bersikeras ingin bertemu.

 Iya, dia ngajak kencan Sahabat.

Rasa penarasan akan suara merdunya membuat hati terpancing menerima ajakan. Malam minggu pukul tujuh, dia bertandang ke rumah. Dalam cahaya remang-remang lampu jalan tak terlihat pesona raga. Baju kotak-kotak lengan panjang membalut tubuhnya jangkungnya.

Kesan sesaat hanya bisa menatap seperti itu. Selanjutnya tancap gas untuk menikmati santap malam.

Seperti layaknya sepasang insan kencan pertama menyantap bebek goreng sambal terasi di warung kaki lima pinggir jalan tentunya.

Sesampainya di warung,  sambil menunggu hidangan kami pun bercakap. Tentang beberapa hal yang selama mengenal takpernah tau status umur. Rupanya dia tiga tahun di bawahku. Sepantaran adikku saya yang nomor dua.

Waduh! batin saya waktu itu. Bukan hanya itu saja, kesan pertama tidaklah menggoda, apalagi selanjutnya?

Bisa-bisa minta putus saja.

Bagaimana tidak, saat dia tertawa lebar giginya berwarna kuning ke-emasan- Kawan. Tau, kan apa yang saya maksud?

"Enggak tau?"

"Sini aku bisikin...seperti tidak pernah sikat gigi. Begitulah..."

Ditambah lagi bunga tipis berwarna kuning menghias tangannya, saat baju lengan panjangnya dilipat sebatas siku.

Ahay, bukan lagi hancur tapi luruh hati ini. Taklagi berselera kala memandangnya. Namun, kencan tetap lanjut hingga pembawa pesanan datang.

Kala menu yang terpesan secepat kilat terhidang, saat itu hilang lenyap selera makan.

Kesan Suaranya Begitu Menggoda, Selanjutnya aku pingin Putus Saja, itu kata yang menyeruak dalam hati, dan harus segera kuutarakan.

Malam itu sesampainya di rumah, tiga langkah dia masuk rumah. Namun, dengan berat hati terpaksa kusampaikan. Bahwasanya kita takbisa melanjutkan hubungan ini.

Dengan satu alasan, karena kita lebih pantas jadi  kakak beradik saja.

Malam itu Lelana bersikeras tetap ingin melanjutkan hubungan yang lebih serius.

Emoh ah, batin saya.

Kenapa?

Yah enggaklah. Begini-begini saya suka orang yang menjaga kebersihan, Kawan.

Karena kebersihan sebagian dari iman. Iya, kan? Ya, iyalah.

Akhirnya dia pun pergi dengan berat hati.

Saya pun berlari menghambur ke peraduan sambil menutup mata. Sungguh tak enak kala mengingatnya...

Sepuluh menit berlalu, ada yang mengetuk pintu. Siapa dia, tanyaku dalam hati.  Setelah pintu terbuka....

Ternyata dia, mau apalagi?

Katanya, dia sedang kena tilang, karena melanggar lampu merah. Dan harus segera membayar denda. Namun takbawa uang.

Lelana berniat meminta pinjaman.. Takapalah, satu lembaran biru kuserahkan malam itu. Meskipun dalam hati bertanya-tanya tentang kebenarannya.

Beberapa hari kemudian, dia takhenti-hentinya menghubungi lewat ponsel apalagi telephone rumah. Dengan berbagai alasan ingin bertemu pun pinjam uang dengan jumlah yang banyak.

Namun, saya taklagi peduli. Karena sebuah kabar taksedap melintas ditelinga tentang sifatnya yang kurang baik.

Itulah salah satu kisah kencan pertama  tak selalu berakhir indah. Semoga kawan-kawan takmengalami nasib yang sama, aamiin.

Tulisan ke-82. Klaten, 21 April 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun