Saat kami telah tumbuh besar, dan mengenyam pendidikan. Saya hanya menamatkan Sekolah Dasar, adik kedua bernama Muhammad Sholeh tidak mau sekolah karena sesuatu hal. Sedangkan adik ke tiga bernama (Tri) dan keempat bernama(Wahyuni) mereka semua lulus Sekolah Menengah Pertama(SMP).
Pada awalnya saya merasa iri, seolah-olah Bapak benar-benar pilih kasih, dulu saat lulus SD saya takdiizinkan sekolah lagi. Lain halnya dengan adik ketiga dan keempat, itu menurut pandangan saya. Bertengkar sesaat, marah, lalu berdamai itu hal yang sangat wajar saat masa kanak-kanak.
***
Setelah kami dewasa, baru menyadari kenapa saat saya minta sekolah takterpenuhi. Karena memang keadaan tidak memungkinkan. Jangankan untuk sekolah, untuk makan sehari-hari pun hasil dari ladang seadanya. Akan tetapi berbeda kala tahun berikutnya giliran adik ketiga dan keempat, ekonomi kami lebih membaik.
 Bapak merantau ke luar Jawa. Hasilnya cukup lumayan, sehingga bisa untuk menyekolahkan kedua adik hingga tamat SMP. Dari situlah saya jadi mengerti tentang takdir kehidupan.
 Sibling Rivalry, bagian dari kisah masa kecil yang menarik. Semua menjadi pelengkap puzle kehidupan. Tidak ada  rasa pilih-kasih. Yang ada hanya takdir kehidupan. Kita menjalani hidup sesuai takdir masing-masing.
Tulisan ke-72. Klaten,10 April 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H