“Aku lanjut nang SMK, Mas.”
Aku sedikit terkejut saat mendengar ucapan tersebut dari adikku, Gandi. Mungkin orang Jawa sudah mengerti arti kalimat di atas. Saat ini, Gandi baru saja lulus dari jenjang pendidikan menengah, setelah 3 tahun lamanya dia belajar di MTsN 1 Pasuruan, satu-satunya Madrasah Tsanawiyah negeri yang ada di Kota Pasuruan.
Seperti biasa, hari minggu kemarin aku menelepon Gandi dan beberapa keluargaku yang ada di Pasuruan, kampung halaman. Berada jauh dari mereka mengharuskan kami berhubungan via telepon. Sesibuk apapun, aku selalu menyempatkan waktu untuk berkomunikasi dengan keluarga, terutama kepada orang tua untuk meminta doa agar menjadi orang sukses, amin. Dan sesekali meminta kiriman uang, haha mimpi. Aku tidak pernah meminta uang selama dua tahun kuliah belakangan ini. Aku sadar akan keluargaku, biarlah adikku yang mendapat biaya sekolah agar kelak bisa melebihi Masnya.
Paling tidak, nasib Gandi sekarang sudah lebih baik daripada aku dulu. Kelas 2 MTs saja dia sudah punya HP, android lagi. Kalau aku, jangankan HP android, HP biasa saja tidak punya. Sesekali aku mengajari dia agar tidak banyak meminta ke orang tua. Mintalah ke Mas, pasti diberi, selama persediaan masih ada, haha.
Baiklah, sedikit curhatku, kembali ke topik.
Jadi, Gandi, adikku satu-satunya ini ingin melanjutkan sekolah ke SMK. Wajar saja aku terkejut, karena aku dan seluruh sepupu, dalam catatan selalu melanjutkan ke SMA. Kok bisa? Ya itu hanya kebetulan.
Sebenarnya, aku dan orang tua tidak melarangnya untuk melanjutkan ke SMK. Itu adalah hak pribadi, lagi pula belajar akan nyaman jika sesuai dengan kemauan, bukan begitu?
Perbedaan SMA dengan SMK
Secara umum, pendidikan di Indonesia dibagi menjadi tiga jenjang, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar dan menengah ditempuh masing-masing selama kurang lebih enam tahun. Sementara untuk pendidikan tinggi, jenis dan waktu tempuhnya bermacam-macam.
Pembahasan dalam tulisan ini akan fokus pada jenjang pendidikan menengah, sesuai dengan permasalahan di awal paragraf. Pendidikan menengah ditempuh melalui dua fase, yaitu menengah awal dan menengah akhir.
Pendidikan menengah awal biasa ditempuh di SMP atau sederajat, sedangkan pendidikn menengah akhir yang sangat menentukan bisa ditempuh di SMA/SMK dan sederajat.
Masa pendidikan menengah akhir adalah salah satu momen yang paling menentukan bagi kehidupan seseorang, khususnya di Indonesia. Mulai dari awal masuk, selama pendidikan, hingga saat lulus, menghadirkan opsi-opsi yang semuanya akan menentukan masa depan.
Lihat saja, di awal masuk, siswa sudah disuguhkan opsi memilih antara SMA atau SMK yang keduanya jelas sangat berbeda. SMA adalah jenis pendidikan umum, yaitu pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedang SMK adalah jenis pendidikan kejuruan yang merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Jelas keduanya dipersiapkan untuk kepentingan berbeda, SMA lebih mengarah pada pendidikan lanjutan di perguruan tinggi. SMK, dengan keahlian yang dimiliki siswanya, dipersiapkan untuk langsung terjun ke dunia kerja.
Dilema setelah lulus SMK/SMA bisa dilihat di artikel yang pernah aku tulis sebelumnya:
Terlepas dari negeri maupun swasta, SMA dan SMK adalah batu loncatan awal menuju masa depan. Banyak mahasiswa, termasuk aku dan teman-teman yang ingin mengulang masa sekolah menengah akhir. Ingin memperbaiki, mempersiapkan, dan belajar lagi untuk menuju masa depan cerah.
Masa-masa SMA/SMK adalah waktu yang paling rentan, karena siswa berada pada usia remaja pertengahan mendekati akhir yang kondisinya sangat labil dan mudah terpengaruh dengan situasi. Berdasarkan pengalaman dan cerita, senakal-nakalnya siswa adalah ketika sedang berada di kelas 2.
Betul memang seperti apa yang aku alami, dan aku baru sadar ketika duduk di bangku kelas 3. Selain karena mau ujian nasional, juga karena dilema bagaimana kelanjutan nasib setelah lulus nanti, yang mengharuskan kita rajin beribadah.
Kesimpulan,
Bagi orang tua, waspadailah apa yang telah ku tulis di atas dan jadilah orang tua yang bijak untuk anak. Bagi adik-adik yang baru saja lulus pendidikan menengah awal, bijaklah dalam memilih sekolah lanjutan.
Yang harus kita tahu, pertama, sekolah merupakan lingkungan kedua yang menyumbang dampak besar pada sikap dan perilaku. Lain sekolah, lain pula siswanya. Ada yang sekolah itu terkenal dengan siswanya yang nakal, bandel, dan lain sebagainya. Ada juga sekolah favorit yang terkenal dengan siswanya yang pandai. Pilihlah!
Kedua, sekolah tidak menjamin setelah lulus kita langsung mendapat kerja atau diterima di perguruan tinggi ternama. Yang menentukan itu semua adalah nasib dan kerja keras kita sendiri. Sekolah hanya sebagai pengantar.
Ketiga, ingatlah cita-cita waktu kecil. Kali ini, sekolah memberi peran yang cukup signifikan dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Jika mau jadi dokter, jangan masuk SMK jurusan akuntansi karena nanti akan susah mewujudkan cita-cita menjadi dokter. Begitu juga sebaliknya. Semua harus sesuai logika dan nalar. Jangan mengharap keajaiban, karena keajaiban itu datangnya tidak pasti dan belum tentu datang.
Keempat, SMA memang dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, namun tidak menutup kemungkinan lulusan SMA bisa langsung bekerja.
Kelima, SMK memang dipersiapkan untuk terjun ke dunia kerja, namun tidak menutup kemungkinan lulusan SMK melanjutkan pendidikan di pergurun tinggi.
Keenam, lulusan SMK tidak menjamin untuk langsung diterima di dunia kerja, begitu juga lulusan SMA tidak menjamin untuk langsung diterima di perguruan tinggi. Kita sama-sama tahu persaingan masuk kerja di Indonesia sangat ketat, begitu pun masuk perguruan tinggi, terlebih perguruan tinggi negeri.
Ketujuh, kritik untuk lulusan SMK. Lulusan SMK tidak selalu bekerja di bidang keahliannya. Contoh, lulusan teknik mesin menjadi seorang akuntan di bank. Lalu untuk apa belajar tiga tahun lamanya?
Sebagian besar lulusan SMK bermental 'karyawan' mereka jarang sekali berwirausaha, meski ada beberapa yang memang seperti itu. Tapi sebagian besar siswa SMK berpikiran “yang penting setelah lulus bisa kerja”. Inilah yang membuat orang Indonesia kurang kreatif karena bermental 'karyawan' bukan bermental 'bos'.
Ini hanyalah perbandingan antara SMA dan SMK berdasarkan pengalaman penulis, mohon dikoreksi jika ada kesalahan.
Minggu ini dan minggu depan sudah dibuka pendaftaran menuju SMK dan SMA, bijaklah dalam memilih.
Sekian, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H