Ketiga, ingatlah cita-cita waktu kecil. Kali ini, sekolah memberi peran yang cukup signifikan dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Jika mau jadi dokter, jangan masuk SMK jurusan akuntansi karena nanti akan susah mewujudkan cita-cita menjadi dokter. Begitu juga sebaliknya. Semua harus sesuai logika dan nalar. Jangan mengharap keajaiban, karena keajaiban itu datangnya tidak pasti dan belum tentu datang.
Keempat, SMA memang dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, namun tidak menutup kemungkinan lulusan SMA bisa langsung bekerja.
Kelima, SMK memang dipersiapkan untuk terjun ke dunia kerja, namun tidak menutup kemungkinan lulusan SMK melanjutkan pendidikan di pergurun tinggi.
Keenam, lulusan SMK tidak menjamin untuk langsung diterima di dunia kerja, begitu juga lulusan SMA tidak menjamin untuk langsung diterima di perguruan tinggi. Kita sama-sama tahu persaingan masuk kerja di Indonesia sangat ketat, begitu pun masuk perguruan tinggi, terlebih perguruan tinggi negeri.
Ketujuh, kritik untuk lulusan SMK. Lulusan SMK tidak selalu bekerja di bidang keahliannya. Contoh, lulusan teknik mesin menjadi seorang akuntan di bank. Lalu untuk apa belajar tiga tahun lamanya?
Sebagian besar lulusan SMK bermental 'karyawan' mereka jarang sekali berwirausaha, meski ada beberapa yang memang seperti itu. Tapi sebagian besar siswa SMK berpikiran “yang penting setelah lulus bisa kerja”. Inilah yang membuat orang Indonesia kurang kreatif karena bermental 'karyawan' bukan bermental 'bos'.
Ini hanyalah perbandingan antara SMA dan SMK berdasarkan pengalaman penulis, mohon dikoreksi jika ada kesalahan.
Minggu ini dan minggu depan sudah dibuka pendaftaran menuju SMK dan SMA, bijaklah dalam memilih.
Sekian, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H