Mengisi kekosongan kalbu
Membuat selalu ingin bertemu denganmu
Setiap insan manusia pastinya pernah mempunyai masa kecil baik suka maupun duka. Masa kecil bisa menjadi "mesin waktu" untuk kembali ke fase paling menyenangkan dalam hidup. Well, banyak orang bilang masa kanak-kanak itu  kerap dianggap masa-masa yang indah dan tak akan terulang kembali.
Saat kecil, kita bebas bermain, tak memiliki beban dalam hidup lantaran belum memikirkan kehidupan yang "sesungguhnya". Namun realitanya masa kanak-kanak itu sebenarnya sudah memasuki fase "magang" di dunia ini. Siap tidak siap, harus bisa menjadi nahkoda untuk kapal mereka masing-masing.
Ngomong-ngomong tentang masa kecil, aku punya salah satu cerita masa kecil yang tak akan pernah aku lupakan loh gaes. Kisah ini sebenarnya pernah kutulis tahun 1994 saat aku masih duduk di bangku kelas 1 SD di selembar kertas usang dan sekarang sudah tidak ada wujudnya lagi. Kisah masa kecilku yaitu tentang Alun-alun Kidul Yogyakarta.
Mendengar  kata Alun-Alun Kidul Yogyakarta bagi masyarakat Yogyakarta sungguh tak asing lagi. Pastinya anak-anak Yogyakarta  kelahiran tahun 70 an hingga 90 an dan tinggal tak jauh dari Alkid (singkatan Alun-Alun Kidul) pasti masih ingat ada kandang gajahnya. Setiap hari entah itu pagi atau sore pasti rame dan terlihat ada pemandangan beberapa orang tua membawa anak-anak mereka sambil ndulang ke anak mereka (menyuapin makan ke anak). Ada juga yang terlihat sambil jajan kue lekker  yang masih di brandol dengan harga 200 rupiah, sate kere 500 rupiah per tusuk, bakso, mie ayam dan ada yang membeli balon serta mainan anak-anak dari kayu.
Akupun juga tak melewatkan momen tersebut. Jajan sambil melihat kedua gajah bermain belalainya. Seingatku dulu ada 2 gajah yang bernama Nyai Gilang dan Kyai Argo. Namun kini sudah tidak ada lagi gaes, sejak tahun 2010 kedua gajah yang senantiasa menjadi hiburan anak-anak itu sudah dipindahkan ke kebun binatang Gembira Loka. Pemindahan kedua gajah tersebut waktu itu mungkin ada alasannya sendiri dan mungkin lebih baik agar gajahnya bisa leluasa jalan-jalan di kandang yang lebih luas.
Sejak kecil, entah mengapa aku begitu menyukai gajah. Menurutku gajah itu adalah salah satu binatang yang pintar dan bahkan gajah memiliki ingatan yang sangat baik. Aku juga merasa kedua gajah yang ada di kandang gajah Alkid juga suka dengan anak-anak yang berkunjung. Aku sering memegang belalainya jika berkunjung ke sana waktu itu. Kalau tidak salah dengan memegang belalai gajah adalah salah satu cara berkomunikasi dengan gajah karena mereka juga bisa mendeteksi dari bau.
Biasanya setelah melihat gajah, aku dan keponakanku jajan dan duduk-duduk di depan Siti Hinggil Kidul. Waktu itu tak seramai sekarang, belum banyak mobil atau motor berlalu lalang. Rasanya masih nyaman banget untuk leyeh-leyeh melihat Alkid dengan bintang utamanya yaitu Pohon Beringin Kembar yang bernama Supit Urang. Tak hanya itu saja, terkadang kami jalan-jalan hingga ke Kemandungan Kidul dan bangsal Magangan. Kalau sore hari banyak anak yang bermain di sana sampai saat ini.
Kala itu juga sudah terlihat beberapa orang melakukan masangin. Konon, menurut penduduk sekitar jika ada orang yang ditutup matanya dan bisa melewati tengah-tengan pohon beringin kembar itu maka segala keinginnya akan terkabul.
Padahal salah satu asal muasal cerita masangin itu adalah tentang melatih fokus ketangkasan para prajurit era Sri Sultan Hamengku Buwono I dan II saat berlatih memanah. Hal ini juga sebenarnyamasih ada kaitanya dengan sumbu filosofi dari sudut pandang Sangkaning Dumadi yaitu Alun-alun Kidul ini menggambarkan manusia yang telah dewasa dan sudah wani (berani) meminang gadis karena sudah akhil baligh. Hal tersebut dilambangkan dengan pohon kweni  dan pohon pakel. Masa muda yang mempunyai jangkauan jauh ke depan divisualisasikan dengan pagar ringin kurung Alkid yang seperti busur panah. Masa depan kaum dan jangkauan para kaum muda dilambangkan seperti panah yang dilepas dari busurnya.