Tiara: Udah sampe di rumah Ray, Langsung tidur, jangan lupa mimpiin aku.
Rayhan: Udah, baru aja nyampe, okay honey. Love you.
Tiara: Love you too.
Pagi menjelang, Tiara berniat mengantarkan Rayhan ke bandara. Apalah daya, izin dari sang bunda dan segala ancamannya, membuat Tiara memilih lebih baik di rumah saja. Video call lebih baik, daripada sangsi sang ibu yang kadang di luar nalar.
Kehilangan orang yang selalu ada menemani hari-hari, tentu satu kehilangan besar buat Tiara. Tak hanya Rayhan, dua sahabatnya pun sudah meluncur ke kota lain demi melanjutkan study. Sungguh ini hari terberat bagi Tiara.
Tak ingin larut dalam kesedihan, malam ini Tiara ingin mengutarakan keinginannya pada kedua orangtuanya untuk sekolah di universitas A yang sudah ia daftar diam-diam. Ia pun mulai membuka percakapannya.
“Bu, Yah, Tiara sudah mendaftar di Universitas A. Tiara mengambil jurusan Akuntansi, apa ayah mengizinkannya?” Tiara berkata dengan suara pelan
"Apa? Jangan mimpi kamu bisa sekolah di kampus itu. Ibu takkan rela uang ibu terbuang sia-sia hanya dengan menyekolahkanmu" kalimat ibu bagai sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya.
“Sudahlah bu, jangan seperti itu terus pada Tiara” ucap ayah menenangkan suasana.
“Tiara,kali ini, jangan dengarkan perkataan ibu ayah akan membiayai sekolahmu. Jangan lupa kabari ayahnya, kapan Tiara butuh biaya” ucap ayahnya lagi.
Ibunya hanya menyunggingkan senyum terpaksa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H