Mohon tunggu...
Fransisca Yuliyani
Fransisca Yuliyani Mohon Tunggu... Penulis - Seorang pecinta bunga matahari | Gratitude Practitioner

Menulis untuk meninggalkan jejak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Reuni

1 Januari 2023   21:21 Diperbarui: 1 Januari 2023   21:24 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nala memandang rumah minimalis tingkat dua di hadapannya. Ia mendesah pelan sambil membenarkan tali tas selempangnya. Wanita itu kembali teringat perkataan teman kuliahnya, Dwina, yang mengirim pesan via Instagram dua minggu lalu.

From: Dwina

Nal, pokoknya lo harus datang, ya. Nggak terima penolakan atau kita stop sahabatan. Sekali- kali ngerayain tahun baru sama circle kita dulu. Dari tahun kemarin ada aja alasan lo biar nggak ikutan. Okay, see you there :)

Nala bukan orang yang menyukai perayaan tahun baru yang berkedok reuni. Buat wanita bermata almond itu, tahun baru adalah momen personal untuk belajar dari kesalahan dan kembali merangkai rencana untuk ke depannya. Bukannya menolak untuk bersilaturahmi, tapi ia belum siap untuk bertemu lagi dengan seseorang di masa lalu. 

Tepukan pelan di bahu Nala membuatnya menoleh dan menemui Dwina dengan gaun midi warna mint.  

"Hai, akhirnya lo datang. Gue seneng banget ngelihat lo. Kita masuk, yuk. Yang lain lagi asyik bakar jagung," ujar Dwina ceria sebelum bercipika- cipiki dengan sahabatnya itu.

Nala tersenyum tipis sebelum membalas salam Dwina. Keduanya kini berjalan ke taman belakang. Beberapa meja dan kursi disusun rapi di tengah sementara tenda-tenda kecil dipasang untuk menaungi mereka yang sedang membakar jagung dan makanan lain khas barbeque. Dari tempatnya berdiri, Nala bisa menghidu aroma bumbu manis yang bercampur saus tomat dan wangi jagung. Sejenak ia merasa lapar apalagi tadi ia belum sempat makan malam.

Pandangan Nala lekat pada beberapa temannya yang asyik bercengkerama sambil asyik membalik jagung. Sebagian lagi sibuk mengipasi.

"Lo bisa pilih mau makan apapun, Nal. Setengah jam lagi kita masuk ke acara inti. Asal lo tahu, gue udah siapin games dan hadiah menarik. Makannya gue pingin banget lo ikutan," lanjut Dwina sambil tersenyum lebar.

Nala hanya mengangguk sementara sepasang mata almondnya bergerilya ke segala penjuru taman.

"Kenapa sih, Nal? Nyariin Ken, ya?"

Nala berjengit saat nama itu kembali terngiang di telinganya. Setelah ia memutuskan untuk melupakan, kini ia harus kembali menghadapi kenyataan pahit. "Nal, sebagai sahabat, gue cuma bisa ingetin biar lo bisa maafin dia. Memang nggak gampang, tapi lo pasti bisa. Ken juga udah usaha buat jelasin apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, lo malah sibuk sama prasangka lo sendiri. Eh, gue harus nyiapin kado. Gue tinggal sebentar, ya."

Nala menunduk dan membuang napas panjang. Ia memutuskan untuk bergabung dengan teman lain dan mengabaikan perkataan sahabatnya tadi. Nala melangkah menuju kursi di dekat kolam. Sebelum ia tiba di sana, pandangannya bersirobok dengan seorang lelaki berambut gondrong. Lelaki itu menyugar rambutnya ke belakang dan tersenyum simpul, memamerkan lesung pipi di sebelah kanan tulang pipinya.

Tubuh Nala seperti terpaku dan waktu seperti berhenti berputar. Wanita itu tidak mungkin lupa siapa dia. Ah, tentu saja Dwina mengundang Ken dan lelaki ini adalah alasan Nala menghindari reuni.

"Nala? Apa kabar?"tanya Ken ramah. Mata hitam Ken menatap wanita itu dengan lembut, membangkitkan sedikit rasa yang menggembirakan hati Nala.

Nala terdiam sesaat, sepasang matanya masih memindai wajah Ken. Mata hitam Ken menyorot penuh emosi berpadu dengan surai hitam yang sebagian mengenai ujung kelopak matanya. Wanita itu harus menahan diri agar tidak merapikannya sambil mengingatkan agar Ken memangkas rambutnya.

"Nala?"

Wanita itu mengelus tengkuknya, menghindari rasa tidak nyaman saat Ken kembali menyapanya.

"Hm, baik. Gimana kamu? Masih sibuk di toko bunga?" balas Nala dengan suara yang ia yakin sedikit gemetar. Jujur ia belum bisa mengendalikan diri bila bertemu dengan Ken.

Lelaki itu memiringkan kepala mengulas senyum lagi. "Sure. Walaupun jarang ada cowok yang ngurusin buket dan kartu ucapan, tapi aku senang ngelakuinnya. Ada kepuasan tersendiri kalau pelanggan suka sama pelayanan kita."

Nala hanya mengiakan dan menatap lagi wajah Ken yang terlihat lebih keren, apalagi dengan lesung pipi yang muncul tiap kali ia berbicara. Tingkat kemanisan Ken jadi bertambah.

Ahh, stop it, Nala. Ingat, Ken itu mantan lo, batin Nala kesal.

 "Uhm, Nala. Aku mau minta maaf buat apa yang terjadi setahun lalu. Aku sama sekali nggak bermaksud buat ninggalin kamu. Tapi aku harus ngurusin Ayah dan kerjaanku saat itu lagi sibuk banget. Aku tahu ini terlambat dan nggak mungkin juga buat kita melanjutkan hubungan. Aku dengar kamu juga udah jadian sama tetanggamu."

Nala memandang lama wajah Ken. Wanita itu bisa melihat gurat penuh serius di sana. Nala tahu ia tak bisa membendung lagi isi hatinya. Wanita itu menggeleng dan untuk kali pertama ia menatap lekat wajah lelaki di hadapannya itu.

"Aku udah putus sama Kak Arka. Maksudku, tetanggaku."

Ken membuka mulutnya, tak percaya. Setahunya, Nala pasti akan menjaga hal yang ia anggap berharga. Tapi ini?

"Sebenarnya ini juga salahku, Ken. Aku terlalu egois dan nggak melihat dari sudut pandangmu. Aku harusnya ngertiin kamu," ujar Nala dengan lirih.

Ken meletakkan gelas plastik yang sedari tadi ia pegang di meja, mengabaikan Dwina yang kini membuka acara utama. Lelaki itu melangkah dan mendekati Nala, menatap dalam sepasang mata almond wanita terkasihnya.

"Serius? Aku nggak ngerti itu kabar baik atau buruk. Yang aku tahu, aku masih sayang kamu, Nala. Mungkin kamu pikir aku bohong, tapi selama ini aku selalu hubungin kamu. Berusaha jelasin kenapa aku menghilang."

Nala menangkap pancaran penuh kasih yang bercampur dengan keseriusan dalam wajah Ken. Wanita itu merasakan yang hilang sudah kembali. Namun, masih ada keraguan yang menyelimuti hati Nala. Kalau dulu hubungan mereka sempat kandas, apa masih ada harapan buat mengubah itu semua?

"Sorry, Ken tapi-"

"Aku ngerti, Nal. Pasti kamu belum bisa terima aku lagi. Tapi kita masih bisa kan temenan baik? Ya, syukur kalau nantinya kita bisa nikah."

Nala membulatkan matanya mendengar kalimat terakhir Ken. "Ih, dasar nggak tahu diri. Belum juga aku bilang iya, udah bilang itu aja."

Ken tertawa pelan. Tawanya begitu menular hingga Nala lupa dengan apa yang baru saja Ken ucapkan.

"Kita lanjutin lagi hubungan kita, Nal. Dan biar aku yang hapus semua kesedihanmu. Lagian ngapain sih jadian sama tetangga? Nggak ada sensasi kangennya," lanjut Ken dengan santai.

Nala meninju pelan lengan Ken. "Memangnya kamu tahu dari mana kalau aku kangen kamu?"

"Aku tuh paling ngertiin kamu Nal. Nggak mungkin ada yang bisa gantiin," ujar Ken, meraih tangan Nala dan meremasnya. Sentuhan hangat itu langsung menjalar ke hati, membuat Nala membalas genggaman tangan lelaki itu.

Pilihan Nala untuk datang ke reuni adalah benar. Ia tak perlu lagi takut menghadapi Ken dan masalah yang mengikutinya. Nala tahu, selama ia bersama dengan orang tepat, momen apapun itu akan lebih bermakna.

Di kejauhan, Dwina sudah berteriak heboh dan menunjuk dirinya dan Ken. Beberapa orang sibuk mengabadikan momen itu dalam foto dan video. Nala mengulas senyum sebelum tertawa bahagia sementara senyum Ken makin lebar. Biar saja mereka bilang ini terlalu cepat untuk kembali memulai sebuah hubungan dengan mantan. Selama kita tahu pilihan kita tepat, janganlah takut untuk melangkah. Semesta pasti mendukung dan memberi yang terbaik.

***

Disclaimer: Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Dibuat untuk mengingatkan kita kalau segala yang menjadi milik kita pasti akan menemukan jalannya. 

Selamat tahun baru 2023, semuanya.. :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun