Bea cukai rokok sudah dipastikan naik per 2023-2024. Kenaikannya tentu bukan tanpa sebab.Â
Menekan jumlah perokok terutama di kalangan remaja dan masyarakat menengah ke bawah adalah tujuan yang ingin dicapai.Â
Tapi apa semudah itu? Padahal masih banyak cara bagi orang yang sudah kecanduan rokok dengan alasan menghilangkan stress atau sudah jadi kebiasaan untuk menghisap batang nikotin itu.Â
Mereka bisa memilih rokok elektrik dan rokok herbal (yang ini diklaim lebih sehat). Atau tetap 'mengkonsumsi' rokok walau harus merogoh kocek lebih dalam.Â
Ini juga yang menjadikan Indonesia sebagai negara nomor tiga di dunia yang punya daftar perokok aktif terbanyak.
Nggak heran juga kalau beberapa cara dilakukan untuk menekan jumlah perokok. Salah satunya adalah dengan memasang bilboard bahaya merokok di sepanjang jalan utama.Â
Ilustrasi seseorang yang terkena kanker tenggorokan dan kalimat pendukung berhenti merokok di bawahnya. Beberapa iklan rokok juga menyertakan bahaya menghisap batang nikotin.Â
Tapi itu pun tidak menyurutkan niat dan semangat para perokok untuk terus menghisap batang tembakau itu.
Mungkin ada kenikmatan tersendiri bagi para perokok aktif yang bisa menghabiskan banyak batang rokok hingga menjadikannya prioritas. Seperti ada yang kurang kalau belum merokok. Dan merokok seperti sebuah budaya yang mendarah daging.
 Ya, bukan hal aneh kalau kita menjumpai beberapa orang asyik menghisap nikotin di mana pun. Yang sering saya temui biasanya di angkutan umum, tempat publik seperti parkir mall, halte bus sampai ke rumah tetangga saya.Â
Pokoknya di mana saja mereka ingin menuntaskan keinginan merokok, di situlah asap tercipta. Nggak peduli di situ ada remaja atau anak kecil.
 Jangan heran kalau mereka pun meniru dan mulai coba-coba. Mungkin mereka pikir itu keren. Melakukan hal baru 'kan biasanya menantang.
Saya pernah menunjukkan sikap terang-terangan kalau saya tidak menyukai asapnya. Tapi, ada saja pembelaan yang terlontar.
"Merokok itu sehat loh, Mbak. Bisa menghilangkan kuman TBC. Terus biar saya nggak banyak ngemil. Udahlah, nggak usah sok bersih gitu."
"Mbaknya nggak bisa kena asap rokok, ya? Tapi ini biar saya nggak stress."
Kalau sudah begitu saya cuma bisa diam dan berlalu. Memang kadang percuma untuk memberitahu mereka yang menjadikan aktivitas merokok sebagai hobi. Padahal kalau saja mereka bisa menimbang lebih dalam, ada hal lain yang bisa lebih bermanfaat dibandingkan merokok.Â
Tidak langsung berhenti merokok. Bisa juga dengan memulai langkah sederhana seperti mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi. Lalu mengalokasikan dana merokok buat hal lain yang lebih krusial.
Langkah pemerintah untuk menaikkan bea cukai memang seperti seirama dengan para perokok pasif yang berharap udara bersih. Ditambah nggak perlu khawatir menghirup asap ke mana pun kita pergi.Â
Para perokok aktif juga untung karena nggak perlu lagi mengotori paru-paru.
Kalau boleh jujur, menghirup asap rokok sama sekali nggak enak dan buat beberapa orang mereka pasti langsung batuk dan sesak. Bisa saja perokok pasif memakai masker, tapi hal itu belum menjadi solusi terbaik karena toh asapnya masih bisa tercium.Â
Dampak negatif dari perokok pasif memang belum bisa dilihat sekarang, tapi seiring waktu berjalan pasti ada hal yang membuat beberapa organ dalam tubuh mengalami kerusakan. Bukan tidak mungkin kematian.Â
Dengan kenaikan bea cukai rokok, Â sebaiknya kita bisa intropeksi dan berbenah diri.
 Mungkin ini adalah salah satu jalan untuk mengurangi ketergantungan terhadap rokok dan menciptakan udara yang lebih bersih dan sehat buat semua orang. Juga untuk menekan angka penyakit serius karena rokok.
Semua hal perlu proses, tapi tidak ada yang mustahil selama kita berusaha. Yuk, mulai sekarang demi hari yang lebih baik.
**
Referensi: shorturl.at/hklsz
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI