Pokoknya di mana saja mereka ingin menuntaskan keinginan merokok, di situlah asap tercipta. Nggak peduli di situ ada remaja atau anak kecil.
 Jangan heran kalau mereka pun meniru dan mulai coba-coba. Mungkin mereka pikir itu keren. Melakukan hal baru 'kan biasanya menantang.
Saya pernah menunjukkan sikap terang-terangan kalau saya tidak menyukai asapnya. Tapi, ada saja pembelaan yang terlontar.
"Merokok itu sehat loh, Mbak. Bisa menghilangkan kuman TBC. Terus biar saya nggak banyak ngemil. Udahlah, nggak usah sok bersih gitu."
"Mbaknya nggak bisa kena asap rokok, ya? Tapi ini biar saya nggak stress."
Kalau sudah begitu saya cuma bisa diam dan berlalu. Memang kadang percuma untuk memberitahu mereka yang menjadikan aktivitas merokok sebagai hobi. Padahal kalau saja mereka bisa menimbang lebih dalam, ada hal lain yang bisa lebih bermanfaat dibandingkan merokok.Â
Tidak langsung berhenti merokok. Bisa juga dengan memulai langkah sederhana seperti mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi. Lalu mengalokasikan dana merokok buat hal lain yang lebih krusial.
Langkah pemerintah untuk menaikkan bea cukai memang seperti seirama dengan para perokok pasif yang berharap udara bersih. Ditambah nggak perlu khawatir menghirup asap ke mana pun kita pergi.Â
Para perokok aktif juga untung karena nggak perlu lagi mengotori paru-paru.
Kalau boleh jujur, menghirup asap rokok sama sekali nggak enak dan buat beberapa orang mereka pasti langsung batuk dan sesak. Bisa saja perokok pasif memakai masker, tapi hal itu belum menjadi solusi terbaik karena toh asapnya masih bisa tercium.Â
Dampak negatif dari perokok pasif memang belum bisa dilihat sekarang, tapi seiring waktu berjalan pasti ada hal yang membuat beberapa organ dalam tubuh mengalami kerusakan. Bukan tidak mungkin kematian.Â