"Bu, ulangannya pakai apa? Thatquiz?" Itu pertanyaan siswa setiap saya akan mengadakan ulangan. Dan wajah mereka akan berubah suram jika jawaban saya,"Pakai kertas.."
***
Beberapa hari lagi agenda sekolah adalah melaksanakan Sumatif Akhir Semester Gasal. Ya, tak terasa sudah hampir satu semester kita lalui di tahun pelajaran 2024/2025 ini. Kegiatan Sumatif Akhir Semester dilaksanakan hampir bersamaan, baik tingkat SD, SMP maupun SMA.
Dalam Kurikulum Merdeka ada dua macam asesmen yang dilakukan dalam proses pembelajaran yaitu formatif dan sumatif.
Asesmen formatif adalah assesmen yang dilakukan selama proses pembelajaran dan bertujuan untuk memantau kemajuan dan pemahaman belajar siswa.
Assesmen ini memberikan umpan balik pada guru untuk melakukan perbaikan dari proses pembelajaran yang dilakukan. Assesmen formatif bisa diberikan dalam bentuk  kuis, diskusi kelas, tugas kecil, observasi, dan refleksi.
Assesmen sumatif adalah assesmen yang dilakukan di akhir proses pembelajaran dan bertujuan untuk mengevaluasi pencapaian kompetensi siswa dalam periode tertentu.
Assesmen sumatif bisa diberikan dalam bentuk ujian akhir, tugas proyek, dan penilaian portofolio.
Jika kita analogkan dengan zaman dulu assesmen formatif adalah kuis atau evaluasi setiap akhir pembelajaran, sedangkan assesmen sumatif adalah ulangan akhir bab atau  termasuk juga ulangan semesteran.
Semenjak pembelajaran sering dilakukan dengan menggunakan HP pelaksanaan  assesmen berupa kuis ataupun ulangan di sekolah juga lebih sering dilakukan dengan menggunakan HP.
Jika sebelumnya ulangan dilakukan dengan kertas atau secara lisan, sekarang lebih sering dilakukan dengan menggunakan berbagai aplikasi seperti Quizziz, Thatquiz ataupun menggunakan google form.
Penggunaan gawai dalam penyelenggaraan assesmen membuat suasana assesmen menjadi berbeda.Â
Jika dulu sebelum assesmen (misal ulangan semesteran) Â sekolah sibuk menyiapkan lembaran soal juga lembar jawab, sekarang tidak lagi. Siswa cukup menyiapkan gawai yang baterai dan paket datanya terisi penuh, assesmen sudah bisa berjalan.
Posisi pengawas juga berubah. Jika dulu pengawas sering mengambil posisi di depan, sekarang tidak. Pengawas mengambil posisi di belakang agar tahu jika siswa membuka aplikasi yang lain.
Semua terasa begitu mudah. Guru tidak perlu koreksi (kecuali soal essay atau jawaban singkat) dan analisis soal langsung keluar.Â
Semenjak HP semakin canggih, berbagai aplikasi penjawab soal bermunculan. Dan yang terakhir adalah AI, yang penggunaanya semakin akrab bagi kita.
Dalam pengamatan saya selama mengajar, jika assesmen saya selenggarakan dengan menggunakan gawai nilai anak-anak jauh lebih bagus dibanding jika saya menggunakan kertas. Padahal soal yang saya berikan memiliki bobot yang sama.
Siswa lebih senang jika assesmen saya berikan lewat HP daripada paper.
"Bu, ulangannya pakai apa? Thatquiz?" Itu pertanyaan siswa setiap saya akan mengadakan ulangan. Dan wajah mereka akan berubah suram jika jawaban saya,"Pakai kertas.."
Mulanya saya berkesimpulan dengan HP siswa bisa menggunakan kalkulator, sehingga nilainya bagus.Â
Tapi ternyata tidak hanya kalkulator. Untuk soal essay yang menggunakan HP, Â saya mendapatkan jawaban yang hampir sama baik teknik pengerjaan maupun bahasanya dari sebagian besar siswa. Aha, rupanya mereka bertanya pada 'sesuatu' pikir saya.
 Akhirnya saya banting stir, dalam pembelajaran, untuk ulangan sumatif ataupun formatif saya selalu menggunakan kertas, untuk tugas di rumah atau latihan soal saya gunakan gawai.
Meski tampak jadul, penggunaan kertas untuk ujian lebih menguntungkan bagi saya, Â karena hasilnya lebih valid dan saya bisa lebih memahami alur berpikir siswa atau kesalahan apa yang sering mereka lakukan dalam menyelesaikan soal matematika.
Bagaimana hasilnya? Nilai tugas semakin bagus, tapi nilai ulangan tidak sebagus nilai tugas.Â
Selalu saya tekankan pada anak-anak bahwa sah saja kita menggunakan AI ataupun aplikasi penjawab soal dalam mengerjakan tugas, tapi gunakan itu sebagai konfirmasi ketika kita sudah punya jawaban, jadi jangan begitu ada soal, buka AI atau aplikasi, lalu salin.
AI ibarat pedang bermata dua. Kita akan semakin pintar jika bisa menggunakannya, dan sebaliknya kita akan semakin bodoh jika tidak pandai menggunakannya.
Bagaimana dengan ujian semesteran yang akan berlangsung? Merebaknya penggunaan AI adalah tantangan sendiri bagi sekolah untuk mendapatkan hasil assesmen yang valid.
Untuk menghadapi hal tersebut ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan sekolah, yaitu:
1. Mengganti format ujian dari ujian mengerjakan soal dengan portofolio atau mengerjakan projek.
2. Jika kita sudah memutuskan untuk menggunakan gawai, kita harus melakukan penjagaan yang lebih ketat agar tidak terjadi 'kecurangan' saat ulangan.Â
Peran pengawas sangat diperlukan dalam hal ini. Kejelian pengawas akan membuat siswa berpikir ulang jika mereka mau melakukan kecurangan dengan membuka aplikasi lain selain ujian.
3. Selain memperketat pengawasan, bisa juga dengan melakukan pengamanan dengan cara menggunakan aplikasi yang membuat peserta ujian langsung log out jika mereka browsing atau membuka aplikasi yang lain.
Ya, seiring berjalannya waktu banyak perubahan di sekitar kita yang memaksa dunia pendidikan juga harus ikut berubah. Guru-guru di sekolah harus siap mengantisipasi perkembangan teknologi yang demikian pesat, termasuk dalam penyelenggaraan ujian ini.
Bukankah sayang sekali jika ujian yang sudah diadakan berpayah-payah oleh sekolah akhirnya memberikan hasil yang kurang valid?
 Jangan sampai sesudah ujian kita merasa puas dengan hasil pekerjaan siswa, padahal hasil tersebut diperoleh dengan tidak jujur.
Ah, saya tiba-tiba teringat dialog saya dengan alumni yang sekarang sedang duduk di SMA kelas sepuluh dua hari yang lalu.
Ketika itu ia pulang pagi karena sedang ulangan semester gasal, dan hari itu jadwalnya matematika.
Waktu itu saya bertanya,"Bagaimana matematikanya? Aman?"
"Alhamdulillah, aman, Bu..," jawabnya.
"Ulangannya pakai apa?"lanjut saya.
"Kertas Bu.. tanpa aplikasi," katanya sambil tersenyum lebar.
"Mantap," jawab saya.
He..he.. bagaimana pendapat sahabat Kompasiana? Haruskah kita kembali ke kertas lagi?
Semoga bermanfaat dan salam edukasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H