Melihat banyaknya tangga kok tidak berani..he..he...
Di sepanjang jalan yang kami lalui banyak papan peringatan untuk para pengunjung. Semua peringatan berkaitan dengan ajakan untuk menjaga lingkungan Taman Nasional. Meski ironisnya ada beberapa sampah botol plastik yang dibuang sembarangan.
Dari beberapa informasi jumlah tangga ada 250 atau 252.Â
Di area dekat jalan naik menuju kawah saya duduk di sebuah kedai sambil memesan mie dalam cup dan minuman jahe. Subhanallah... itu adalah mie terlezat menurut saya.
Kombinasi rasa lelah dan lapar membuat mie soto sore itu terasa begitu mantap.
Sambil berbincang-bincang dengan Bu Agus dan Pak Agus sang pemilik kedai yang juga orang asli Tengger, kami menikmati senja sambil melihat orang- orang yang berlalu-lalang.
Bapak dan Ibu Agus bercerita tentang meriahnya upacara Kasada yang selalu dilakukan oleh warga sekitar Bromo.
Ketika matahari semakin redup kami berjalan kembali menuju tempat parkir jeep. Menurut Bapak Agus sang pemilik warung seharusnya kami ke Bukit Cinta untuk melihat sunset. Tapi badan sudah terasa capek dan pegal serta beberapa teman yang naik ke kawah belum juga turun.
Habis Maghrib kami kembali naik jeep untuk balik ke rest area. Jalanan mulai gelap. Dengan sigap Mas Hanafi membawa kembali kami melalui jalan yang berkelok- kelok.