Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Sinergi Tripusat Pendidikan untuk Menguatkan Karakter Sopan Santun Siswa

26 Oktober 2024   20:52 Diperbarui: 28 Oktober 2024   11:04 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu sebelum berangkat sekolah saya menyempatkan diri menyapu halaman dan gang depan rumah saya. Tengah asyik asyiknya menyapu seorang anak berseragam SMP lewat di depan saya.  Tanpa permisi apa lagi menoleh ia berjalan begitu saja. 

Ampun, pikir saya. Otomatis saya mau memanggil untuk sedikit menegur. 

Belum saya sempat memanggil anak tersebut seorang ibu (rupanya ibu dari si anak tadi) lewat sambil menuntun sepeda motor.

"Maaf, permisi Bu.," katanya.

"Monggo," jawab saya sambil tersenyum manis pada si Ibu, meski hati saya agak dongkol melihat si anak yang "ngeloyor" jalan di depan.

Kejadian lain, akhir- akhir ini ada video yang sempat viral di antara kami para guru.

Adegannya siswa SMP laki laki yang diajak dialog oleh gurunya karena malas atau seenaknya di dalam kelas. 

Dalam dialog tersebut siswa ditanya mengapa tidur di sekolah, atau di mana ia tinggal.

Ilustrasi sopan santun di sekolah, sumber gambar : Mamikos
Ilustrasi sopan santun di sekolah, sumber gambar : Mamikos

Masya Allah, saya cuma geleng geleng kepala melihat dialog itu. Gregetan, Bagaimana tidak? Setiap guru memberikan pertanyaan, jawabannya selalu kasar, tidak sopan dan seenaknya sendiri.

Sering muncul dalam diskusi-diskusi kami saat jam istirahat, mengapa sopan santun siswa semakin lama terasa semakin menurun?

Mengapa semakin banyak di antara siswa yang tingkah lakunya semakin memprihatinkan?

 Adakah sesuatu yang salah dengan pembinaan sopan santun siswa?

Tentang Sopan Santun atau Tata Krama

Sopan santun atau tata krama adalah suatu sikap, tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan individu untuk menghormati dan menghargai orang lain di sekitarnya.

Sopan santun bukan semata mengajarkan anak bagaimana caranya beramah tamah, tapi lebih ke berperilaku sesuai dengan norma di lingkungan untuk menghormati dan menghargai orang lain di sekitarnya.

Siapa yang bertanggung jawab atas pendidikan sopan santun anak? Dalam berbagai sumber diungkapkan bahwa pendidikan sopan santun anak adalah tanggung jawab orang tua, sekolah dan masyarakat .

Ilustrasi orang tua mengajarkan sopan santun pada anak, sumber gambar: Sonora.id
Ilustrasi orang tua mengajarkan sopan santun pada anak, sumber gambar: Sonora.id

Orang tua sebagai guru pertama dalam kehidupan anak menanamkan nilai- nilai sopan santun ini lewat pembiasaan dalam keluarga.

Pola asuh keluarga sangat menentukan karakter anak. Seperti yang diungkapkan oleh 

Darling & Steinberg (1993) bahwa bahwa gaya pengasuhan orang tua yang positif, seperti kehangatan dan dukungan, berhubungan dengan pengembangan karakter anak, termasuk perilaku sopan santun.

Sekolah sebagai tempat anak bersosialisasi dengan teman sebaya dan guru adalah tempat penting untuk belajar bersopan santun.

Lewat contoh, pembiasaan dan aturan anak diajak untuk belajar tentang sopan santun.

Menurut Ladd (1999), lingkungan sekolah yang positif dapat meningkatkan keterampilan sosial anak dan mengurangi perilaku antisosial, sehingga meningkatkan kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan orang lain secara sopan.

Bagaimana dengan masyarakat ? 

Anak adalah para peniru ulung. Dia akan dengan mudah meniru contoh-contoh apa saja yang ada di sekitarnya. Karenanya masyarakat juga harus memberikan contoh yang baik agar anak bisa meniru yang baik-baik dari lingkungan sekitarnya.

Saya jadi ingat di masa lalu ketika masih sekolah. Saat itu sinergi orang tua, masyarakat dan sekolah dalam pembelajaran sopan santun sangat terasa. Sebagai contoh guru kami tak segan menegur atau memperbaiki sikap siswa yang kurang sopan atau kurang pas.

Jika ada bapak ibu guru bertanya siswa selalu menjawab dengan sopan. Apalagi jika bapak ibu guru kami sudah senior kami sering menjawab atau bercakap dengan bahasa Jawa halus (krama).

Sedikit membungkukkan badan ketika lewat di depan orang lain, sumber gambar: dapodik.id
Sedikit membungkukkan badan ketika lewat di depan orang lain, sumber gambar: dapodik.id
Di rumah juga demikian. Berbagai cara bersopan santun diajarkan. Misal jalan di depan orang yang lebih tua harus sedikit membungkuk, menunjuk sesuatu dengan ibu jari , menyerahkan atau menerima sesuatu dengan tangan kanan dan lain-lain. 

Ketika di antara kami ada yang berbuat kurang sopan atau 'kodoh' ibuk atau bapak langsung mengingatkan dengan berucap ,"Yang sopan... Seperti tidak disekolahkan saja..,"

Jelas, bahwa selain untuk mendapatkan ilmu , anak-anak  disekolahkan agar mereka mempunyai tata krama dan perilaku yang baik. 

Ada sebuah peristiwa yang hingga kini selalu saya ingat. Ketika duduk di kelas dua SD ibuk meminta saya membelikan kerupuk kakap di warung depan rumah, duapuluh lima rupiah. 

Setelah diberi uang saya langsung pergi ke warung. Karena ibuk selalu mengajar saya untuk berbahasa krama pada orang yang lebih tua,  saat itu saya berkata,"Tumbas kerupuk kakap kalih doso gangsal,"

Sang pemilik warung tersenyum dan membetulkan bahasa saya. "Sanes kalih doso gangsal nggih, tapi selangkung..," katanya ramah.

Saya malu sekali, saya baru ingat bahwa bahasa krama untuk duapuluh lima adalah selangkung, bukan kalih doso gangsal.

Peristiwa yang sangat sederhana, tapi menunjukkan kepedulian masyarakat untuk memberi contoh dan mengajak anak bersopan santun.

Ilustrasi sopan santun, sumber gambar: MakeNyus.com
Ilustrasi sopan santun, sumber gambar: MakeNyus.com

Seperti yang diungkapkan Ki hadjar Dewantoro bahwa keberhasilan pendidikan bergantung pada tripusat pendidikan, maka penguatan sinergi sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menanamkan sopan santun sangatlah penting.

Ya, jika sekolah maupun keluarga sudah berusaha menanamkan sopan santun pada anak, diharapkan masyarakat juga memberikan contoh yang baik dalam bentuk perilaku nyata maupun tayangan- tayangan yang beredar di sosial media.

Kita ketahui sekarang banyak sekali konten yang layak maupun tidak layak berkaitan dengan sopan santun beredar di sosial media.

Peran orang tua untuk memberikan arahan pada anak tentang tayangan mana yang patut  ditonton ataupun tidak  sangatlah penting, karena dari tayangan tersebut anak bisa belajar bahkan terisnspirasi untuk melakukan hal serupa 

Akhirnya sopan santun adalah sesuatu yang tampaknya sederhana tapi tidak sederhana. Pembinaan sopan santun memerlukan kerja sama dari semua pihak agar ke depan tercipta generasi yang tidak hanya cerdas, tapi juga berkarakter baik, sopan dan membanggakan. 

Semoga bermanfaat dan salam edukasi..

Arti istilah:

Tumbas kerupuk kakap kalih doso gangsal : beli kerupuk kakap dua puluh lima rupiah.

Sanes  : bukan 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun