Setelah diberi uang saya langsung pergi ke warung. Karena ibuk selalu mengajar saya untuk berbahasa krama pada orang yang lebih tua, Â saat itu saya berkata,"Tumbas kerupuk kakap kalih doso gangsal,"
Sang pemilik warung tersenyum dan membetulkan bahasa saya. "Sanes kalih doso gangsal nggih, tapi selangkung..," katanya ramah.
Saya malu sekali, saya baru ingat bahwa bahasa krama untuk duapuluh lima adalah selangkung, bukan kalih doso gangsal.
Peristiwa yang sangat sederhana, tapi menunjukkan kepedulian masyarakat untuk memberi contoh dan mengajak anak bersopan santun.
Seperti yang diungkapkan Ki hadjar Dewantoro bahwa keberhasilan pendidikan bergantung pada tripusat pendidikan, maka penguatan sinergi sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menanamkan sopan santun sangatlah penting.
Ya, jika sekolah maupun keluarga sudah berusaha menanamkan sopan santun pada anak, diharapkan masyarakat juga memberikan contoh yang baik dalam bentuk perilaku nyata maupun tayangan- tayangan yang beredar di sosial media.
Kita ketahui sekarang banyak sekali konten yang layak maupun tidak layak berkaitan dengan sopan santun beredar di sosial media.
Peran orang tua untuk memberikan arahan pada anak tentang tayangan mana yang patut  ditonton ataupun tidak  sangatlah penting, karena dari tayangan tersebut anak bisa belajar bahkan terisnspirasi untuk melakukan hal serupaÂ
Akhirnya sopan santun adalah sesuatu yang tampaknya sederhana tapi tidak sederhana. Pembinaan sopan santun memerlukan kerja sama dari semua pihak agar ke depan tercipta generasi yang tidak hanya cerdas, tapi juga berkarakter baik, sopan dan membanggakan.Â
Semoga bermanfaat dan salam edukasi..