Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Novel "Rahasia Salinem", Sebuah Cerita Tentang Kasih Sayang, Pengabdian dan Pengorbanan

20 September 2024   13:17 Diperbarui: 21 September 2024   09:44 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover depan novel, dokumentasi pribadi 

Judul: Rahasia Salinem

Penulis: Briliant Yotenega & Wisnu Suryaning Adji

Penerbit: Bentang Pustaka, Yogyakarta 

Tahun terbit: 2024

Jumlah halaman: 411

Rahasia Salinem. 

Saya menemukan buku ini ketika jalan jalan ke Gramedia bersama anak saya. 

Judulnya yang begitu singkat tapi sangat 'njawani' membuat saya tak ragu untuk membelinya. Apalagi ketika membaca sinopsis singkat di bagian belakang buku yang intinya ada kaitan erat antara Salinem, sambel pecel, dan gejolak politik, perang dan perlawanan yang bisa melindas siapa saja.

Kisah berawal dari meninggalnya Mbah Nem atau Mbah Salinem.  Sesudah dimakamkan keluarga besar Mbah Nem yang masih merupakan keluarga bangsawan melakukan rapat keluarga dan membuka kembali silsilah keluarga besar mereka.

Tyo cucu kesayangan Mbah Nem merasa heran karena melihat nama Mbak Salinem tidak ada dalam silsilah. 

Saat itulah Tyo  dan cucu-cucu yang lain baru tahu bahwa Mbah Salinem bukan nenek mereka sebenarnya. 

Cover depan novel terbitan tahun 2019, sumber gambar: https://spinemagazine.co/articles/sukutangan
Cover depan novel terbitan tahun 2019, sumber gambar: https://spinemagazine.co/articles/sukutangan

Cover depan novel Rahasia Salinem, dokumentasi pribadi

Mbah Nem sebenarnya  adalah pembantu dalam keluarga mereka. Tapi karena begitu dekat dan penuh kasih sayang, mereka mengira Mbah Nem adalah nenek mereka sendiri.

Penasaran bagaimana bisa Mbah Nem memiliki kedudukan yang begitu istimewa dalam keluarga mereka, Tyo terus melakukan investigasi dengan bertanya pada ayah, paman, bibi bahkan orang yang tak sengaja mereka 'temukan' di Surakarta ketika ia dan bulik Ning nya ingin bernostalgia di rumah Prawit Solo.

Tentang Salinem sendiri, ia mempunyai masa kecil yang suram. Ibunya meninggal saat dia lahir. Salinem dibesarkan di bawah asuhan Salimun ayahnya dan Daliyem adik ibunya.

Salimun seorang kusir kereta kuda kesayangan Wedana, sementara Daliyem seorang penjual pecel. Karena tidak ada yang menunggu, setiap hari Salinem ikut bibinya berjualan di pasar.

Seiring berjalannya waktu, karena prihatin melihat Salinem yang setiap  hari dititipkan bibinya yang berjualan di pasar, Pak Wedana menawarkan pada Salimun agar anaknya tinggal di rumahnya. Kebetulan Pak Wedana mempunyai anak perempuan yang juga memerlukan teman yang bernama Soeratmi

Singkat cerita Salinem akhirnya tinggal di Kawedanan dan  semakin akrab dengan Soeratmi. Ia juga bersahabat dengan Kartinah yang juga sahabat Soeratmi.

Persahabatan yang tulus antara ketiganya membuat mereka sejenak melupakan bahwa derajat mereka tidak sama. Tapi Salinem tetap menanamkan pada dirinya bahwbegitua dia adalah abdi, dan selalu memanggil kedua sahabatnya dengan ndara.

Ketika semakin dewasa Soekatmo, kakak Soeratmi jatuh cinta pada Kartinah dan akhirnya menikah. Salinem mengikuti Kartinah dan menjadi saksi jatuh bangun keluarga Kartinah sejak kedatangan Jepang, zaman kemerdekaan dan tahun 1965.

 Masa-masa yang demikian sulit. Di masa itu keluarga Kartinah mengalami kejayaan dan juga jatuh miskin karena usahanya bangkrut karena Soekatmo meninggal dan akhirnya memaksa mereka harus pindah rumah.

Padahal saat itu sudah ada lima anak yang harus dihidupi. Betapa dua orang perempuan berjuang menghidupi lima anak kecil dalam kondisi yang begitu minim.

Satu kalimat yang berisi semangat yang begitu mengharukan dari Salinem adalah ketika Salinem menggendong Ning, bayi kecil Kartinah tatkala pemakaman ayahnya.

"Salinem membelai dahi bayi kecil itu sekali lagi. Seperti kebun, tunas tunas yang tumbuh harus dijaga baik-baik. Apapun yang terjadi kebun harus tetap dipertahankan."

Kartinah akhirnya bekerja menjadi tukang masak di sebuah hotel dan Salinem merintis usaha menjual pecel di depan sebuah SD Negeri. 

Sumber gambar:IDN Times
Sumber gambar:IDN Times

Berkat perjuangan, kasih sayang dan  kesetiaan Salinem akhirnya kelima anak kecil tadi berhasil jadi 'orang' , bahkan cucu-cucu Kartinah menyangka bahwa Salinem adalah nenek mereka sendiri.

Novel yang berlatar cerita Solo, Klaten, Sukoharjo, dan sekitarnya di masa penjajahan Belada, Jepang bahkan masa awal kemerdekaan Indonesia ini saya habiskan dalam waktu 3-4 hari. Agak lebih lama dari novel biasanya karena ada begian bagian yang saya baca berulang karena memang bahasanya menarik dan sarat pesan.

Lalu mengapa pecel Salinem memiliki rasa yang demikian enak berbeda dengan pecel lainnya? Ada rahasia apa di baliknya?

Bagaimana nasib cinta Salinem sendiri?

Sepertinya akan lebih mengasyikkan jika pembaca menikmati sendiri novel ini.

Novel yang diterbitkan pertama kali tahun 2019 ini memberikan pelajaran bahwa kasih sayang, pengabdian yang tulus juga pengorbanan akan membuahkan kasih sayang dari orang-orang sekitar kita juga.

Semoga bermanfaat,  salam Kompasiana...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun