Nah, hal tersebut selalu diingatkan sehari sebelumnya lewat grup kedinasan.Â
Karena tidak ada HP, dan saya juga lupa kalau hari itu tanggal 25, akhirnya semua teman berbaju PGRI dan saya sendiri mengenakan batik bebas. Walah...
5. Tidak bisa dihubungi wali murid ketika ada siswa yang tidak masuk. Padahal di masa sekarang jika ada siswa tidak masuk izin cukup disampaikan lewat WhatsApp ke wali kelas, dan surat baru dibawa saat siswa masuk.
Itu masih urusan sekolah, urusan belanja beda lagi. Saya tidak bisa pesan masakan di warung . Ah ya, jika pulang sore saya biasa pesan masakan di warung via wa, pulangnya tinggal bayar dan ambil.Â
Karena tidak bisa pesan sebelumnya, pulang sekolah saya harus cepat-cepat mampir warung. Jika kehabisan, mau tidak mau harus mampir pasar, beli bahan dan masak.
Kondisi tanpa HP hanya berlangsung  sampai empat hari. Di hari kelima HP saya ditemukan ketika teman saya akan berganti tas.Â
"Ini pasti punya Ibu," kata teman saya sambil menyerahkan benda kecil gepeng itu.
"Subhanallah... terima kasih ya..," seru saya senang. Untung teman saya ganti tas . Kalau tidak, saya tidak tahu kapan HP saya akan kembali. Beli HP baru memang sudah masuk dalam rencana saya. Tapi nunggu uangnya dulu..
Empat hari yang luar biasa. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil saat itu. TerutamaÂ
betapa ketergantungan saya terhadap smartphone begitu tinggi dan hal tersebut harus saya kurangi.Â
Namun sebenarnya juga ada hal positif yang  saya rasakan ketika saya jauh dari smartphone. Di antaranya waktu ngobrol dengan anak semakin panjang.Â