Anak saya menunduk. Di luar dugaan dia menangis. "Buk, aku pindah saja dari sekolah itu.. sungguh, aku sudah tidak kerasan di sana," katanya kemudian.
Saya begitu terkejut. Sungguh, hal seperti ini sama sekali tidak pernah saya bayangkan. "Lha, kenapa Le? Coba ceritakan pada Ibuk..," kata saya kemudian.
Meski badan saya gemetar karena kaget, saya harus tenang, pikir saya.
Anak saya mulai cerita. Singkatnya, ia sudah tiga hari ini tidak masuk karena mengalami bullying di sekolah. Bullying dilakukan dengan begitu sistematis oleh teman-temannya, dimana ia tidak dihiraukan dan dikucilkan, baik di kelas, di kantin, maupun di lingkungan kegiatan ekstrakurikuler.
Penyebab utamanya, di awal masuk sekolah anak saya terlanjur masuk sebuah kegiatan ekstra yang tidak disukainya.Â
Bagaimana bisa?
Saat memilih kegiatan ekstrakurikuler, dia sebenarnya ingin masuk basket. Tapi celakanya saat dia memasukkan pilihan, ternyata kuota basket habis dan terpaksa dia dimasukkan ekstra Paskibra yang masih punya kuota. Sebuah kegiatan ekstra yang melatih baris berbaris pada pesertanya dengan pola pembinaan yang agak keras.
Bagi siswa yang suka, paskibra bisa mendidik pesertanya menjadi pribadi yang kuat, disiplin juga mandiri, tapi bagi yang tidak suka masuk ekstra ini terasa begitu berat.
Sebenarnya ia sudah berusaha minta pindah ekstra. Tapi aturannya untuk pindah harus menunggu satu semester dulu. Akhirnya mau tidak mau anak saya harus ikut kegiatan paskibra selama satu semester ke depan.
Sungguh satu semester yang melelahkan. Karena kurang suka dengan kegiatan ekstra, akhirnya setiap Sabtu sering muncul sakit-sakit dadakan seperti yang saya ceritakan di atas.