Saya merasakan ada yang aneh. Apa lagi ketika suatu saat dia berkata pada saya, "Buk, bisa tidak ya, aku pindah sekolah?"
Deg.. saya mulai merasa ada yang tidak beresÂ
"Memangnya kenapa? Baru mau satu semester.." jawab saya.
Dia diam. "Tidak apa-apa... cuma tidak senang saja sekolah di sana," katanya sambil terus menulis. Jelas dia menghindar dari pertanyaan saya lebih lanjut.
Hari-hari berikutnya semakin tampak bahwa anak saya ada masalah. Tiap hari Sabtu dia selalu membuat alasan supaya tidak masuk sekolah. Entah sakit perut, pusing, dan yang terakhir selalu mau muntah jika mau berangkat sekolah. Sabtu adalah hari kegiatan ekstrakurikuler.
Puncaknya ketika suatu hari saya merasakan keanehan karena SMS presensi dari sekolahnya tidak masuk ke HP saya. Ah ya, di sekolah anak saya presensinya menggunakan finger print dan info kehadiran langsung dikirimkan sekolah ke nomor HP orangtua.
"Le, kok ibuk tidak mendapat SMS dari sekolah ya? Kenapa?" tanya saya sore harinya.
"Finger print-nya rusak Buk, " katanya. Saya merasa tidak enak. Entah mengapa saya merasa bahwa ia kali ini berbohong pada saya.
Bukan hanya hari itu saya tidak menerima SMS hasil finger print, tapi sampai tiga hari berturut-turut. Padahal setiap pagi ia berangkat sekolah. Pasti ada yang tidak beres ini, pikir saya.Â
Sore hari kembali saya bertanya pada anak saya. Saat itu ia sedang duduk di meja belajar sambil mengerjakan sesuatu.
"Le, ibuk kok tiga hari tidak dapat SMS. Ada apa ya? Kok sepertinya ibuk merasa kamu ada masalah?" tanya saya hati- hati.