"Iya.. kalau kita main bertiga tambah asyik. Gak usah saling meminjam," timpal Aris, anak ketiga yang dari tadi hanya jadi pendengar karena asyik dengan permainannya.
"Yayan..., Ayo maghriban," sebuah teriakan membuyarkan konsentrasi ketiganya.
"Sedikit lagi, Buk..," jawab Yayan malas. Duuh, kok cepat sekali sih Maghribnya. Heran, kemarin waktu puasa Maghrib terasa lama sekali datangnya sekarang puasanya habis, Maghrib seolah datang lebih cepat.
"Ayo..Ndang...Aris sama Doni juga.. Sudah qomat itu...,"tambah ibu Yayan yang sudah memakai atasan mukenah, siap berangkat ke langgar.
Dengan malas Yayan mengembalikan HP pada temannya, lalu ketiganya bergegas menuju  ke langgar yang tak jauh dari rumah.
Malam semakin larut. Meski jam sudah menunjukkan hampir pukul sembilan ibuk belum menyuruh Yayan dan Sari untuk segera tidur. Â Maklumlah , liburan masih kurang empat hari lagi.
Yayan duduk di kelas lima sedangkan Sari masih duduk di TK. Keduanya sedang asyik menonton sebuah acara televisi.
"Pak.., Bulik Surti kapan ya ke Malang?" tanya Yayan mendekati bapaknya.
"Mungkin besok Le, kenapa?" tanya bapak balik.
"Kangen sama Bulikmu?"
Yayan tersenyum. Demikian juga ibuk yang sedang menyiapkan bumbu-bumbu untuk jualan besok pagi.Â
Ya, ibuk adalah penjual pecel dan lontong sayur di depan rumah setiap pagi. Malam hari adalah saat ibuk menyiapkan bumbu dan membuat berbagai macam masakan.
Bulik Surti adalah adik bapak satu-satunya. Bulik Surti mempunyai usaha warung yang cukup besar di Surabaya. Karenanya uang Bulik Surti banyak, dan yang paling disenangi Yayan, Â Bulik sangat loman. Â