Ya, membuat sesuatu yang biasa menjadi luar biasa adalah keahlian Yayan temanku.
Pernah suatu hari kami bermain di sungai mencari ikan-ikan kecil. Kami menamakannya ikan cemplu. Dengan berbekal kantong plastik, berjam- jam kami bermain di sungai dan bergurau hingga menjelang Ashar.
Tidak puas hanya menempatkan ikan-ikan itu di plastik, Yayan pulang  sebentar untuk mengambil ember lalu kembali lagi ke sungai. Jadilah kami hari itu berlomba mencari ikan cemplu dan memasukkannya ke dalam ember.
Kami baru berhenti bermain tatkala salah satu dari kami, Anto, menunjukkan tingkah yang aneh. Tiba-tiba saja Anto bicara tak tentu arah sambil bertingkah liar. Kami bahkan ditantang berkelahi satu-satu, hingga kami begitu takut dibuatnya.
Segera kami dibantu orang kampung untuk menenangkan Anto. Menurut Mbah Paijo, 'orang pintar' di kampung kami, ternyata Anto 'kemasukan', gara- gara kami bergurau dan tertawa- tawa terlalu keras di sungai hari itu.
"Penunggu sungai marah," kata Mbah Paijo singkat. Kata-kata itu cukup membuat kami tidak berani lagi bermain-main di sungai.
Bagaimana cerita hari ini? Petualangan hari ini kami isi dengan mencari bekicot di sekitar sawah. Bekicot-bekicot itu kami jual pada Pak Miseri, peternak bebek di kampung kami.Pak Miseri mempunyai puluhan ekor bebek dan pasti membutuhkan banyak makanan. Bekicot adalah salah satunya.
Lumayanlah, uang hasil penjualan bekicot bisa kami pakai untuk membeli es gandul buat berbuka puasa nanti sore.
Lelah mencari bekicot membawa kami bertiga duduk di bawah pohon siang ini. Semilir angin membuat mata terasa mengantuk, berkali-kali kulihat Bobi menguap lebar tak ubahnya diriku.
Dari kejauhan bunyi gareng pung meramaikan suasana. Kata ibuk, kalau gareng pung sudah terdengar, alamat sebentar lagi musim kemarau.
Membayangkan musim kemarau membuat kerongkonganku tiba-tiba terasa kering. Entah mengapa, matahari bulan Ramadhan selalu terasa lebih panas dari bulan biasa. Menunggu saat berbuka rasanya lamaa sekali.