Tulisan ini diikutkan dalam lomba Event Lomba Cerita Anak Bertema Puasa dan Lebaran Masa Kecil yang diadakan oleh Komunitas KomPak'O
*****
Mentari bersinar begitu terik. Kami bersandar di bawah pohon mangga di tengah lapangan kampung. Tempat favorit kami. Teduhnya pohon mangga yang rimbun membuat suasana panas tidak begitu terasa.
Hari ini lelah sudah kami bertualang. Kami adalah trio Yayan, Bobi dan aku yang kemana -mana selalu bersama. Di mana ada Yayan, pasti di situ ada aku dan Bobi.
Bermain bertiga membuat hari-hari bagai petualangan yang mengasyikkan. Meski kami tahu, orang-orang kampung menganggap salah satu di antara kami, yaitu Yayan, nakal dan sulit diatur.
Barangkali karena Yayan hanya tinggal berdua dengan ibunya. Bapak Yayan sudah lama meninggal. Ibu Yayan, Bu Surti adalah seorang penjahit. Sehari-hari beliau selalu sibuk dan akhirnya Yayan menyibukkan diri sendiri dengan main tiada henti.
Karena tak kenal waktu itulah orang kampung memberinya sebutan anak nakal. Jadi bukan karena tingkah lakunya yang kurang baik.
'Kloyongan' saja kata para orang tua kami. Saat habis Ashar, di mana kami semua harus mengaji, Yayan tetap bermain hingga menjelang Maghrib baru pulang. Pergi ke mana saja? Entahlah, kami sendiri juga tidak tahu.
Karena itu sedapat mungkin para orang tua selalu mencegah kami bermain dengan Yayan.
"Kloyongan saja, tidak tahu waktu, nanti!" begitu selalu kata ibuk mengingatkan aku ketika Yayan tampak menungguku di depan rumah.
Ah, ibuk tidak tahu asyiknya sih... Yayan selalu bisa membuat sesuatu yang biasa jadi istimewa, begitu bisik hatiku.