Hari Minggu selalu banyak pesan masuk lewat whatsapp saya. Dari anak-anak. Lewat pesan-pesan itu mereka mencoba  menjabarkan jawaban dari soal matematika yang saya kirimkan sehari sebelumnya lewat grup kelas.Â
Ya, di akhir pekan  saya sering mengadakan semacam sayembara matematika.Â
Di era sekarang keberadaan gadget sangat dekat dengan kehidupan kita. Tak luput juga anak-anak. Siswa saya yang duduk di tingkat SMP juga menunjukkan ketergantungan yang sangat pada gadget.Â
Menurut hasil survey rata- rata orang Indonesia menghabiskan waktu lebih dari lima jam untuk bermain gadget. Bisa dibayangkan betapa banyak hal yang bisa diperoleh dari benda kecil itu. Hal yang bisa bernilai positif atau negatif. Tergantung dari apa yang sering  kita buka.
Ya, gadget ibarat pisau bermata dua. Bisa bermanfaat namun juga mempunyai mudharat yang banyak jka tidak bisa memanfaatkannya.
Di tengah serbuan informasi yang begitu deras seperti ini,  kiranya orang tua dan guru harus pintar-pintar mengarahkan siswa atau putera puterinya agar bisa  menggunaan gadget untuk hal hal yang  bermanfaat.
Dalam pembelajaran di kelas  penggunaan gadget juga sering dipakai, misal untuk browsing atau penggunaan aplikasi tertentu untuk mengerjakan laporan atau tigas. Dalam pembelajaran matematika misalnya, gadget bisa dipakai untuk  menggambar grafik fungsi, transformasi juga menentukan gradien garis lurus.Â
Dengan gadget materi-materi di atas akan lebih mudah dipelajari. Â Tentu saja pemanfaatannya harus diatur sedemikian rupa sehingga pengalaman belajar tetap yang utama, sementara gadget lebih banyak dipakai untuk konfirmasi.Â
Contoh : ketika siswa diminta untuk menggambar grafik fungsi, mereka tetap harus menggambar secara manual, yaitu membuat tabel, lalu meletakkan titik- titik yang diperoleh dalam bidang koordinat dan akhirnya menggambarkan fungsinya.
Di akhir pembelajaran baru mencocokkan gambar yang diperoleh dengan menggunakan HP atau laptop untuk menggambar grafik.
Dalam pembelajaran matematika selalu dijumpai anak yang kemampuan matematikanya rendah dan berakibat pada mereka tidak suka matematika. Atau anak yang tidak suka matematika sehingga kemampuan matematikanya rendah. Dua hal yang saling kait-mengait.
Satu trik saya untuk meningkatkan kemampuan anak bermatematika juga meningkatkan kecintaan siswa pada matematika adalah mengadakan sayembara matematika di akhir pekan. He..he..,sayembara kecil-kecilan karena hanya dishare di kalangan siswa kelas sayaÂ
Soal sayembara saya share lewat grup whatsapp dan jawabannya dikirim secara japri. Cukup satu soal yang menarik, tidak terlalu berat, tapi jawaban harus diuraikan dengan  menerapkan konsep matematika.
Soalnya dari mana? Bisa diambil dari Instagram, tiktok atau medsos yang tentunya disesuaikan dengan materi yang sudah diperoleh siswa.
Ya, di media sosial banyak beredar soal yang tampaknya lucu-lucu tapi sebenarnya mengandung penerapan konsep matematika yang menarik.
Seperti contoh soal berikut ini:
1. Perhatikan kalender 2023 dan 1967 berikut. Mengapa hari dan tanggalnya sama persis?
2. Pada harga minuman yang tertera berikut, berapakah selisih harga tertinggi dan terendah?
Soal pertama bisa diselesaikan dengan menggunakan cara sebagai berikut:
Selisih tahun dari 1967 ke 2023 adalah 56 tahun. Di antara tahun tersebut ada 14 kali tahun kabisat yaitu tahun 1968, 1972, 1976, 1980, dan seterusnya  sampai dengan tahun  2020.Â
Jumlah hari dari 1 Januari 1967 sampai 1 Januari 2023 adalah (56 x 365) + 14 = 20.454 hari.
Karena jumlah  hari dalam satu minggu ada 7 , maka kita cek apakah 20.454 habis dibagi 7. Jika habis dibagi 7,  berarti 1 Januari 1967 jatuh di hari yang sama dengan 1 Januari 2023 yaitu hari  Minggu, namun jika bersisa,  berarti tanggal 1 Januari 1967 dan 1 Januari 2023 tidak jatuh di hari yang samaÂ
Ternyata 20454 :7 = 2922 sisa nol . Berarti  1 Januari 1967 dan 1 Januari 2023  jatuh di hari yang sama yaitu hari Minggu.Â
Jika awal bulan jatuh di hari yang sama, maka bisa dipastikan tanggal yang lain dalam bulan itu  jatuh di hari yang sama pula.
Sedangkan soal yang kedua cukup mencari masing masing harga minuman lalu dicari selisih harga terendah dan tertingginya. Berikut contoh jawaban seorang siswa:
Siswa yang tertarik dan mengikuti sayembara  lumayan banyak. Paling tidak dalam  satu sayembara ada 15 siswa yang mengirimkan jawaban.Â
 Hal yang menggembirakan adalah pada mulanya yang tertarik adalah  siswa  yang suka matematika atau tergabung dalam ekstra olimpiade matematika, namun  lama- kelamaan tidak.
Siswa yang dalam keseharian matematika nya kurang menonjolpun  sudah mulai berani mengirimkan jawaban, dan itu 'sesuatu' sekali bagi saya. Apalagi jawaban siswa menggunakan cara yang beragam dan kadang menggunakan alur logika yang menarik.
Layaknya sayembara, meski kecil-kecilan  harus ada hadiahnya. Lalu apa hadiahnya? Tidak terlalu mahal juga. Kadang saya siapkan hadiah penggaris kecil, busur atau notes kecil. Intinya alat-alat yang sering dibutuhkan siswa saat belajar matematika.Â
Meski tidak mahal yang namanya hadiah selalu membuat gembira. Â Beruntungnya di daerah saya banyak toko ATK, sehingga saya bisa belanja ATK dengan harga yang murah.Â
Seperti pagi ini ada 10 jawaban yang bagus dari anak-anak. Jawaban bisa berupa pesan atau foto. Jika ada hal yang kurang jelas dengan jawabannya biasanya besok pas ada kelas matematika, saya minta menerangkan jawaban tersebut.Â
Akhirnya melalui sayembara matematika ini diharapkan kecintaan siswa pada matematika akan semakin meningkat, dan berakibat pada  meningkatnya kompetensi siswa dalam bermatematika.
 Juga dengan sayembara ini siswa diajak menggunakan gadget mereka untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat.
Ya, hakekatnya belajar adalah proses yang menyenangkan. Belajar bisa dilakukan kapan saja dan menggunakan media apa saja.
Sekedar berbagi pengalaman, selamat beraktivitas dan salam matematika:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H