Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Radio dan Berbagai Kenangan yang Menyertainya

15 Desember 2022   14:52 Diperbarui: 26 Desember 2022   04:26 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Radio (Sumber: Alan Rodriguez/Unsplash)

Benda kotak berbentuk persegi dengan warna coklat itu berdiri dengan manis di meja depan. Benda yang menjadi favorit kami bersama. Ia selalu setia menemani hari hari kami sekeluarga saat itu. Ya, radio, sahabat setia kami sekeluarga.

Radio Sieghfried buatan Jerman dibeli bapak sejak kami masih kecil. Suaranya mantap, putaran untuk mencari channel ataupun volume sering saya jadikan mainan, meski jika ketahuan bapak akan dilarang.

Radio di rumah mulai menunaikan tugasnya sejak pagi pukul lima pagi. Acara favorit bapak tiap pagi adalah siaran pedesaan dari RRI Malang.

Lagu Lesung Jumengglung yang selalu dikumandangkan di awal dan akhir acara membawa kami pada indahnya suasana pedesaan. 

Biasanya saat lagu Lesung Jumengglung diputar volume radio agak dikeraskan untuk membangunkan kami yang masih mengantuk.

"Ayo.. Ayo... Sekolah," kata ibuk sambil mengerjakan pekerjaan dapur dengan background Lesung Jumengglung.

Mendengar 'keriuhan' itu dengan malas kami pun bangun dan bergantian menuju kamar mandi.

Menjelang pukul enam kami sarapan. Saat itu radio mengumandangkan lagu-lagu penyemangat. Kalau tidak salah acaranya bertajuk Pagi Gembira Cerah Ceria.

Kami cepat-cepat makan, karena menuju pukul enam jarum jam seperti berputar cepat sekali.

Nah, ketika acara Pagi Gembira Cerah Ceria berakhir, lagu instrumen Rayuan Pulau Kelapa pun berkumandang. Kami bergegas mengambil tas dan berangkat sekolah.

Instrumen tersebut penanda jam sudah menunjukkan pukul enam, ketika itu sekolah masuk pukul setengah tujuh. Sementara kami sekolah radio tetap menemani bapak. Ya, bapak adalah seorang penjahit dan dalam beraktivitas beliau selalu ditemani oleh radio.

Bapak selalu ditemani oleh acara Mitra Karya dari KDS8. Acara yang berisikan lagu lagu Indonesia yang tidak terlalu baru.

Pada pukul setengah sepuluh, bapak akan pindah channel ke stasiun lain guna menikmati sandiwara radio.

Menjelang pukul satu siang, saya tiba di rumah, sambil makan di sebelah mesin jahit bapak kami menikmati acara tembang kenangan. Hmm, acara favorit kami ini. 

Lagu lagu barat lawas langsung memanjakam telinga kami. Sebutlah lagu dari Danny Boy dari Jim Reeves, Can't Help Falling in Love-nya Elvis Presley, Walk Away-nya Matt Monroe. Aih.. Manis sekali rasanya.

Dari semua lagu itu, lagu bapak yang paling saya suka adalah Belladona dari UFO. Suara gitar di awal lagu terasa begitu manis dalam pendengaran saya.

Masih berkisar dengan lagu lawas, pukul satu siang acara berganti dengan tembang kenngan Indonesia. Muncul lagu dari Tetty Kadi, Panbers, AKA dan banyak lagi.

Saat lagu lawas Indonesia diperdengarkan, itu adalah saat bapak beristirahat siang. Ketika bapak tertidur chanel saya ganti ke acara ludruk. He.. He.. Ludruk Sidik cs adalah favorit saya.

Di rumah hanya saya yang suka ludruk, sementara bapak lebih suka wayang.

Pukul empat sore sambil bersih-bersih kami mendengarkan sandiwara radio. Aha, ada banyak sandiwara radio favorit kami utamanya yang berlatar belakang sejarah, seperti Saur Sepuh, Mahkota Mayangkara juga Tutur Tinular.

Tutur Tinular mengisahkan tentang sejarah runtuhnya Kerajaan Singasari hingga berdirinya Kerajaan Majapahit. Tokoh ceritanya adalah Arya Kamandanu dengan pedang saktinya Naga Puspa.

Saur Sepuh cerita dengan latar belakang masa kerajaan Majapahit tersebut, sosok Brama Kumbara menjadi tokoh utama sebagai raja dari kerajaan Madangkara yakni masih berada di kekuasaan Majapahit bagian Selatan Nusantara.

Mahkota Mayangkara adalah lanjutan dari Tutur Tinular. Sandiwara ini ber latar belakang sejarah Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Prabu Jayanagara, di mana pada akhirnya terjadi pemberontakan Ra Kuti yang berhasil ditumpas oleh Gajah Mada.

Suara pengisi sandiwara radio seperti Ferry Fadli, Elly Ermawati, Ivone Rose atau M. Abud yang demikian mantap membuat imajinasi kami tentang tokoh-tokohnya melayang begitu tinggi.

Menjelang maghrib radio Sieghfrid berhenti bertugas. Ya, tiba saatnya bagi kami untuk belajar. Televisi kami belum punya saat itu, jadi hiburan hanya radio dan sesekali tape recorder.

Radio transistor, Sumber garousell
Radio transistor, Sumber garousell
Sambil belajar ada radio kecil yang menemani. Waktu itu radio kecil kami berwarna hitam dengan isi empat baterai kecil.

Untuk menemani belajar, kami sudah janjian dengan teman teman sekelas untuk mendengarkan radio yang sama yaitu TT 77.

"Nanti ada salam buat kamu," kata-kata sakti itu membuat kami bertahan mendengar radio sampai malam hari. Surprise sekali kalau tiba-tiba ada salam dari seseorang yang istimewa.

Sampai saat tidur tiba radio ikut menemani dekat bantal. Ketika mata hampir terpejam suara gamelan dari radio tetangga mulai terdengar.

Ah, rupanya malam itu saatnya siaran wayang kulit semalam suntuk dari stasiun radio tertentu.

Begitulah radio yang selalui setia menemani rutinitas kami saat itu, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi.

Dengan radio kegiatan sehari hari yang kami lakukan lebih terasa begitu hangat dan akrab.

Sebelum saya akhiri, mari bernostalgia sejenak dengan lagu yang sering diputar RRI ini. 

Salam Kompasiana... :)


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun