Topik pilihan tentang kebaya ini muncul di Kompasiana tepat ketika kami sedang mengenakan baju Malangan. Wah, pas ini.. Topik tentang kebaya muncul di saat kami sedang berkebaya, pikir saya.
Setiap hari Kamis semua pegawai di bawah naungan Pemkot Malang wajib mengenakan busana Malangan. Anjuran mengenakan baju Malangan tidak hanya dilakukan di hari Kamis saja. Di hari istimewa lain misal hari Kartini atau HUT Kota Malang kami juga wajib mengenakan busana Malangan.
Busana Malangan bapak- bapak terdiri atas baju beskap hitam, sembong dan udeng, sementara ibu- ibu mengenakan kebaya yang yang berwarna-warni. Suasana terasa beda saat itu. Berbusana khas membuat kami ingin berfoto di beberapa kesempatan. He..he..
Tentang Kebaya dan Sejarahnya
Mendengar kata kebaya, yang sering kita bayangkan adalah acara-acara khusus seperti wisuda atau kondangan. Padahal sebenarnya sejak dulu pakaian ini sudah banyak dikenakan dalam acara keseharian wanita Indonesia dari berbagai kalangan, mulai dari bangsawan hingga rakyat biasa.
Kebaya biasanya dipadukan dengan kain panjang. Di saat istimewa, supaya lebih cantik biasanya pemakainya menggunakan berbagai asesories, juga riasan rambut yang disanggul.
Seiring berjalannya waktu pemakaian kebaya semakin berkembang. Tidak selalu memakai kain panjang, namun juga bisa dipadukan dengan rok, atau bahkan celana. Rambut pun tidak bersanggul tapi juga bisa berkerudung atau diurai begitu saja.
Kebaya berasal dari kata Arab, yakni abaya yang berarti pakaian. Ada yang mengatakan kebaya berasal dari Cina dan menyebar ke Indonesia, namun adapula yang mengatakan bahwa kebaya adalah pakaian Indonesia asli yang ada sejak Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke 13.
Sejumlah catatan sejarah menngatakan bahwa sejarah kebaya tidak hanya mengakar dari Jawa, tetapi juga di kawasan peradaban Melayu, terutama Indonesia dan Malaysia,
Di Nusantara kebaya sebagai atasan dikombinasikan dengan bawahan dari kain khas daerah masing-masing. Contoh, kebaya di Jawa dipadukan dengan kain batik aneka motif.
Sementara itu, kebaya di Sumatera dikenakan dengan kain songket, tenun, dan sutra. Sedangkan kebaya umumnya terbuat dari kain tipis, seperti katun, sutera atau brokat.
Dalam sejarahnya kebaya selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Di sekitar tahun 1500, kebaya belum menjadi busana wanita pada umumnya. Ia masih menjadi pakaian khusus anggota keluarga raja di pulau Jawa.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dimana kain beludru , sutera, serta tenunan halus masuk ke Nusantara, penggunaan kebaya mulai disesuaikan dengan status sosial seseorang.
Keluarga keraton dan para bangsawan mengenakan kebaya yang terbuat dari bahan sutera, beludru atau brokat, sedangkan perempuan Belanda mengenakan kebaya yang terbuat dari bahan katun dengan bentuk dan potongan yang lebih pendek.
Keturunan Eropa lainnya yang berdiam di Indonesia mengenakan baju kebaya berbahan katun halus dengan hiasan brokat di pinggirnya, sedangkan rakyat biasa memakai kebaya dari bahan katun atau tenun yang harganya murah.
Tahun 1900, kebaya tidak hanya digunakan oleh penduduk asli Jawa tetapi juga dikenakan sebagai busana sehari-hari oleh perempuan keturunan Tionghoa maupun Belanda.
Makin lama penggunaan kebaya terus semakin meluas . Kebaya banyak dipakai oleh wanita Indonesia baik di kawasan pedesaan maupun perkotaan.
Dalam perkembangannya para perancang busana pun terus berlomba membuat berbagai model kebaya yang serasi di badan dengan menggunakan beragam bahan kain kebaya yang indah, bahkan juga mewah.
Untuk menunjang keindahannya kadang pada kebaya dipadukan dengan unsur dari logam, kristal, juga manik-manik.
Kebaya Sebagai Kekayaan dan Identitas Budaya
Kebaya sebagai kekayaan budaya memiliki ciri khas di setiap daerah di Indonesia. Sebagai contoh kebaya Jawa Timuran berbeda dengan Jogjakarta, Bali, ataupun Sumatera.
Selain berkontribusi terhadap kekayaan budaya, kebaya juga berkontribusi terhadap nilai ekonomi. Kebaya bisa dinikmati oleh banyak orang dan bisa melibatkan banyak tenaga kerja dalam pembuatannya.
Sebagai identitas budaya kebaya akan menambah daya tarik wisata negeri kita tercinta. Â Beragam model kebaya sesuai kearifan lokal di masing-masing daerah, membuat kebaya bukan sekadar busana, tapi mengandung filosofi dan identitas dari perempuan Indonesia.
Bentuk kebaya yang  sederhana adalah wujud dari kesederhanaan masyarakat Indonesia. Selain itu kebaya juga menggambarkan nilai kehalusan dan gemulainya wanita Indonesia.
Akhirnya kebaya sebagai salah satu kekayaandan identitas  budaya harus kita jaga dengan bangga berkebaya dengan lebih sering memakainya. Karena siapa lagi yang akan menghargai budaya kita jika bukan kita sendiri?
Referensi:
susindra.com
goodnewsfromindonesia.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H