Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Delapan, Delapan, Empat Sembilan

29 Agustus 2022   16:23 Diperbarui: 29 Agustus 2022   16:36 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan sehat, dokumentasi pribadi

Pagi telah menjelang.  Warna merah putih mendominasi lapangan serbaguna RW 3 pagi itu.  Ya,  lapangan yang tiap hari dipakai anak- anak bermain,  atau kadang badminton orang dewasa di sore hari kini digunakan untuk start dan finish lomba jalan sehat.

Sebagaimana dua tahun yang lalu lomba jalan sehat peringatan HUT Kemerdekaan RI dilaksanakan kembali.  Semua menyambut gembira.  Apalagi tahun ini hadiah begitu berlimpah. 

Dari bocoran panitia hadiah ada sekitar tujuh puluh paket sembako,  belum lagi empat hadiah utama berupa kulkas ,  kipas angin dan uang tunai masing-masing 300.000 dan 250.000 .

Wow,  besar sekali?  Kulkas dua pintu paling tidak harganya 2.750.000? Itu satu pintu atau dua pintu?  Dari mana uang sebanyak itu?

Ketika pertanyaan itu dilontarkan seorang warga saat pertemuan,  Pak RW tersenyum penuh rahasia.

"Yang jelas ada donatur Bapak/Ibu..., yang penting Bapak /Ibu, ikut jalan bareng, gayeng,  dan seneng.., " jawab Pak RW disambut tepuk tangan warganya..

"Pak RW pancen oye...! " kata Mas Mamat sambil mengepalkan tangannya. 

"Oye tenan...! "  jawab yang lain sambil ikut mengepalkan tangan.

"Santi,  ayo berangkat.., " kata Mbak Menik di depan  rumahnya.  Kaus putih,  celana merah juga jilbab merah melengkapi penampilannya pagi itu. 

"Iya Buk..., " jawab Santi sambil mengikat tali sepatunya.

"Bapak tidak ikut? " tanya Santi.

"Tidak Nduk,  ada garapan di pasar, " jawab Mbak Menik singkat. 

Sebagai tukang bangunan Mas Marno suaminya bekerja menurut panggilan.  Jadi tidak ada yang namanya hari Minggu atau tanggal merah. Asal ada panggilan,  berangkat. Sejak pandemi  mereda ,Mas Marno mulai sering mendapat panggilan. 

"Mas,  aku budhal, "

Tanpa menunggu jawaban dari Mas Marno yang masih lelap, Mbak Menik dan Santi menutup pintu dan segera menuju lapangan yang tak jauh dari rumahnya.

Suara pembawa acara disela-sela lagu 'Ojok Dibandingke'  membuat peserta semakin bersemangat.  Mbak Menik segera masuk barisan RT 9.  Mbak Wahyu,  Mbak Ratmi,  Mbak Wiwik sudah berdiri di barisan yang sama  dengan kostum merah putihnya.

"Waduh..  Hampir telat aku.., " cetus Mbak Menik.  Dirabanya saku celana.  Ah,  aman,  sepuluh kupon tersimpan manis di sana. 

"Sampeyan beli berapa kupon? " tanya Mbak Wiwik. 

"Sepuluh, sampeyan? "

"Ah,  cuma lima, "

"Maunya beli lima belas . Eh,  uang limapuluh ribu yang sudah kusiapkan diminta Santi buat njajan, " jawab Mbak Menik ringan.

"Wih,  banyaknya..  Dapat kulkas ini pasti, "

"Iya.., "

"Pasti nyantol, "cetus yang lain

Mbak Menik tertawa ringan.  Dengan membawa sepuluh kupon besar sekali harapannya untuk menang.  Tidak hanya hadiah sembako, pastinya dia juga mengincar hadiah utama.

Pak RW memberikan aba-aba lalu melambaikan bendera start.  Lagu dangdut koplo langsung berubah menjadi instrumen Mars Hari Merdeka.

"Merdeka...! " teriak Pak RW penuh semangat.

"Merdeka..! "

"Merdeka! " sambut peserta jalan sehat dengan tak kalah semangatnya. Semua peserta mulai berjalan sesuai rute yang sudah ditentukan. 

Jalan sehat, dokumentasi pribadi
Jalan sehat, dokumentasi pribadi
Di perempatan jalan peserta berhenti sejenak.  Panitia penggunting kupon sudah siap.  Kupon digunting menjadi dua, satu bagian diberikan pada peserta,  satu bagian lagi dimasukkan ke kaleng.

"Bismilah...  Kulkas..! " kata ibu-ibu sambil menyerahkan kuponnya disambut dengan tawa yang lain.

"Amiin.. Amiiin..  Duit ya gak apa apa.., " sambut yang lain tak kalah meriah. Peserta kembali meneruskan perjalanan setelah mendapat minuman dalam kemasan botol

Menjelang jam sembilan peserta mulai memasuki finish.  Di tepi jalan bazaar ibu-ibu mulai dibuka.  Aneka makanan dan minuman ada di sana. Mulai aneka gorengan,  bakar bakaran,  es campur dan banyak lagi.

Mbak Wiwik biduan RW 3 langsung didaulat untuk menyumbangkan suara emasnya.  Dan tak berapa lama lagu Full Senyum Sayang diikuti para penonton. Lagu yang membuat para penjual senyum-senyum karena pembelinya ramai.

"Tidak beli jajan, Buk? " tanya Santi pada ibunya.  Mbak Menik memberikan selembar dua puluh ribuan. 

"Nih,  beli,  ibuk titip es jus ya? "

"Lho,  kok es?  Ibuk kan belum makan? "

"Sst..  Gak apa apa..  Sekali-sekali.., " kata Mbak Menik sambil mulai menyimak pengumuman nomor doorprize dari panitia.

"Tiga enam empat delapan..! "

Teriakan pembawa acara disambut  riuhnya suara penonton.  Mereka sibuk melihat nomor kupon masing masing.

"Haduuh,  aku tiga empat enam delapan! " teriak Mas Pardi gemas,  disambut tawa yang lain. 

"Ini dia..! " teriakan Pak Bejo sambil mengacungkan kupon berwarna merah membuat penonton menghentikan pekerjaannya dan langsung bertepuk tangan. 

Dengan senyum lebar Pak Bejo naik ke atas panggung menerima bingkisan berupa beras,  gula,  minyak dan kecap.

"Wah,  bejo tenan aku.., " kata Pak Bejo berkelakar, dan langsung disambut oleh tawa penonton. 

Satu demi satu hadiah berpindah tangan dari panitia pada penonton.  Wajah sumringah tampak dimana-mana.  Santi mendekap dua bingkisan dalam plastik.  Satu berisi teh,  gula dan kopi,  yang lain berisi detergent,  pengharum cucian dan pencuci piring.

Mendapat berbagai bingkisan tidak membuat penonton beranjak dari tempatnya.  Tentu saja,  hadiah utama belum dibagikan.  Ini yang paling ditunggu-tunggu.

"Sebelum pengundian hadiah utama,  mari kita saksikan kembali penampilan Mbak Wiwik , biduan kebanggaan RW tiga..! " pembawa acara menyerahkan mic pada Mbak Wiwik, dan tak lama kemudian Selownya Via Valen langsung memenuhi lapangan. 

Penontonpun mulai bergoyang.

Karna ku selow..

Sungguh selow..

Sangat selow..

Tetap selow...

Santai...

Matahari semakin naik.  Jam sudah menunjukkan pukul sebelas. Lagu Selow belum juga berakhir.  Tiba-tiba Mbak Menik mencengkeram lengan Santi.

"Nduk..  Aku kok mumet ya..? "

Santi langsung menggenggam tangan ibuknya.  Dingin.

"Waduuh,  ibuk masuk angin ini.. Belum sarapan.., " katanya khawatir. Apalagi keringat dingin mulai muncul di dahi ibuknya.

"Ayo pulang, " ajak Santi.

"Lha kulkasnya? " tolak Mbak Menik.

"Halaah,  belum tentu dapat.., "

Tanpa menunggu jawaban  Santi menggandeng tangan ibuknya untuk segera pulang. 

Mbak Menik segera tiduran di sofa.  Bergegas Santi membuat teh panas untuk diminum ibuknya. Pelan pelan Mbak Menik minum teh lalu kembali memejamkan matanya.

"Dikeroki ya? " kata Santi sambil membawa minyak kayu putih dan uang logam seribuan

"Iya wes, " kata Mbak Menik sambil duduk.  Pelan-pelan Santi menggosok bahu ibunya lalu mengerok dengan uang logam.

"Nah,  itu anginnya keluar.., " kata Santi ketika ibunya berkali kali bersendawa.

"Makan ya? " kata Santi ketika Mbak Menik sudah tidak pucat lagi.

"Iya, Nduk, " jawab Mbak Menik sambil kembali meminum tehnya.  Rasa manis dan hangat membuat pusingnya jauh berkurang.

Tak berapa lama Santi membawa mangkuk berisi mie soto hangat. 

Mbak Menik langsung menerima mangkuk dan mengaduk isinya.  Harum mie soto sungguh menggugah selera makannya.

Untung ini tadi segera pulang,  jika tidak,  pasti sudah pingsan tadi,  pikir Mbak Menik

Bertepatan dengan itu tiba-tiba hpnya berbunyi.  Dari Mbak Wiwik!

 Cepat-cepat Mbak Menik menjawab.

"Ya Mbak? Ada apa? "

"Lho..  Sampeyan di mana toh? "

" Aku pulang.. Masuk angin, " jawab Mbak Menik.

"Ya ampuuun,  8849 kan nomor sampeyan? "

"Benar..  Kenapa? " dada Mbak Menik berdegup kencang.

"Ini tadi dapat kulkas..  Ditunggu-tunggu sampeyan tidak naik.. "

"Terus? "tanya Mbak Menik semakin penasaran.

"Yo hangus...! "

Mbak Menik langsung mematikan HP nya.  Kembali matanya dipejamkan. Entah kenapa kepalanya tiba-tiba mumet lagi seperti tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun