Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Delapan, Delapan, Empat Sembilan

29 Agustus 2022   16:23 Diperbarui: 29 Agustus 2022   16:36 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Santi langsung menggenggam tangan ibuknya.  Dingin.

"Waduuh,  ibuk masuk angin ini.. Belum sarapan.., " katanya khawatir. Apalagi keringat dingin mulai muncul di dahi ibuknya.

"Ayo pulang, " ajak Santi.

"Lha kulkasnya? " tolak Mbak Menik.

"Halaah,  belum tentu dapat.., "

Tanpa menunggu jawaban  Santi menggandeng tangan ibuknya untuk segera pulang. 

Mbak Menik segera tiduran di sofa.  Bergegas Santi membuat teh panas untuk diminum ibuknya. Pelan pelan Mbak Menik minum teh lalu kembali memejamkan matanya.

"Dikeroki ya? " kata Santi sambil membawa minyak kayu putih dan uang logam seribuan

"Iya wes, " kata Mbak Menik sambil duduk.  Pelan-pelan Santi menggosok bahu ibunya lalu mengerok dengan uang logam.

"Nah,  itu anginnya keluar.., " kata Santi ketika ibunya berkali kali bersendawa.

"Makan ya? " kata Santi ketika Mbak Menik sudah tidak pucat lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun