Senang sekali rasanya. Teman sepermainan saya ada empat. Berlima kami kembaran model baju. Saya warna ungu tua, Â yang lain ungu muda, merah putih dan hijau. He.. He.. senangnya kembaran sekampung.
Semakin lama jahitan orang tua saya semakin ramai. Tahun-tahun itu lebaran adalah masa panen bagi penjahit. Jahitan bapak banyak sekali.Â
Saya ingat lima hari atau seminggu sebelum lebaran bapak sudah 'menolak ' jahitan kecuali kalau mau jadi habis lebaran.Â
Saking banyaknya jahitan, sampai lemari yang berisikan kain bakal baju tidak bisa ditutup. Wih...
Semua pelanggan ingin bajunya dijadikan sebelum lebaran. Atau maksimal malam hari raya. Jadilah saat Ramadhan adalah saat yang sangat sibuk bagi bapak dan ibuk.Â
Saya yang saat itu masih kelas 6 SD ikut tertular kesibukan bapak dan ibuk. Membantu yang ringan-ringan seperti memasang kancing, membuat jelujur, menjahit tangan halus (sum), membersihkan benang di baju yang sudah jadi adalah pekerjaan saya. Kadang ditambah dengan ngobras atau membeli bahan lain untuk menjahit di pasar.
Karena ikut terlibat dalam kesibukan bapak, tiap lebaran di mana kakak dan adik dapat satu baju baru, saya dapat dua.
Kata bapak, "Ini buat anak yang rajin."
Hmmm... Senangnya..
Seperti pengalaman Mbak Ayra dalam tulisan yang berjudul 'Semasa Remaja, Saya Memakai Baju Lebaran Jahitan Bapak', semua baju kami juga dijahit sendiri oleh bapak dan ibuk.Â