Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Segar Artikel Utama

Berbagai Cerita di Balik Baju Baru Lebaran

24 April 2022   04:28 Diperbarui: 25 April 2022   12:09 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi baju muslim yang mengikuti tren (SHUTTERSTOCK/HAFIZUSSALAM BIN SULAIMAN)

Baju baru alhamdulillah
Tuk dipakai di hari raya
Tak punya pun tak apa apa
Pakai saja baju yang lama...
(Lagu dari Dea Ananda)

Lebaran dan baju baru seolah satu paket yang tak terpisahkan. Baju baru saat lebaran sudah menjadi tradisi dari dulu hingga kini.

Sebenarnya tidak ada keharusan menggunakan baju baru saat lebaran. Seperti yang dikatakan dalam hadits nabi:

Diriwayatkan dari Al-Hasan bin Ali RA, ia berkata, 'Rasulullah SAW telah memerintahkan kami pada dua hari raya agar memakai pakaian terbaik yang kami temukan." (HR Al-Baihaqi dan Al-Hakim).

Di situ dinyatakan yang terbaik, bukan terbaru. Meski demikian, tiap orang tua yang punya anak kecil biasanya berusaha sebisa mungkin supaya anak-anaknya bisa berbaju baru seperti teman-temannya yang lain. 

Ilustrasi anak kecil berbaju baru lebaran, dokumentasi pribadi 
Ilustrasi anak kecil berbaju baru lebaran, dokumentasi pribadi 

Mengenai baju lebaran ini saya punya cerita unik di masa kecil.

Bapak dan ibuk saya adalah penjahit. Ketika saya masih kecil kira-kira umur 6 tahun, jahitan bapak belum begitu ramai.

Nah, ketika itu menjelang lebaran biasanya ada tukang kredit yang keluar masuk kampung menawarkan apa saja, ada alat-alat masak, kain, gorden, selimut bahkan baju lebaran yang bisa dibayar beberapa kali angsuran.

Mungkin saat itu ibuk belum punya uang untuk membelikan kami baju baru, atau tukang kredit membawa barang yang begitu menawan, akhirnya ibuk dan ibu-ibu lain di kampung yang punya anak perempuan ramai-ramai kredit baju.

Baju anak-anak yang dibawa tukang kredit bermacam-macam modelnya, dan akhirnya pilihan ibu-ibu kami jatuh pada rok dengan model tumpuk-tumpuk yang berwarna-warni.

Senang sekali rasanya. Teman sepermainan saya ada empat. Berlima kami kembaran model baju. Saya warna ungu tua,  yang lain ungu muda, merah putih dan hijau. He.. He.. senangnya kembaran sekampung.

Sumber gambar: www.shutterstock.com
Sumber gambar: www.shutterstock.com

Semakin lama jahitan orang tua saya semakin ramai. Tahun-tahun itu lebaran adalah masa panen bagi penjahit. Jahitan bapak banyak sekali. 

Saya ingat lima hari atau seminggu sebelum lebaran bapak sudah 'menolak ' jahitan kecuali kalau mau jadi habis lebaran. 

Saking banyaknya jahitan, sampai lemari yang berisikan kain bakal baju tidak bisa ditutup. Wih...

Semua pelanggan ingin bajunya dijadikan sebelum lebaran. Atau maksimal malam hari raya. Jadilah saat Ramadhan adalah saat yang sangat sibuk bagi bapak dan ibuk. 

Saya yang saat itu masih kelas 6 SD ikut tertular kesibukan bapak dan ibuk. Membantu yang ringan-ringan seperti memasang kancing, membuat jelujur, menjahit tangan halus (sum), membersihkan benang di baju yang sudah jadi adalah pekerjaan saya. Kadang ditambah dengan ngobras atau membeli bahan lain untuk menjahit di pasar.

Karena ikut terlibat dalam kesibukan bapak, tiap lebaran di mana kakak dan adik dapat satu baju baru, saya dapat dua.

Kata bapak, "Ini buat anak yang rajin."

Hmmm... Senangnya..

Seperti pengalaman Mbak Ayra dalam tulisan yang berjudul 'Semasa Remaja, Saya Memakai Baju Lebaran Jahitan Bapak', semua baju kami juga dijahit sendiri oleh bapak dan ibuk. 

Kakak dan adik saya laki-laki, mereka biasanya dikembar. Sedang saya jelas beda karena perempuan sendiri. Biasanya ibuk yang merancang model baju lebaran saya.

Baju lebaran kami biasanya jadi pas malam takbiran. Kalah dengan para pelanggan. Bahkan kadang di malam takbiran, kami masih memasang kancing dan setrika baju untuk lebaran besok.

Seiring berjalannya waktu usaha jahitan bapak kalah dengan banyaknya toko baju yang berdiri di daerah kami. Orang orang lebih suka membeli baju di toko daripada menjahitkan. Di samping karena modelnya bisa beraneka macam, juga bisa langsung dipakai.

Lambat laun karena jahitan semakin sepi bapak pun beralih ke usaha yang lain. Sejak saat itu tidak ada lagi cerita lembur membuat baju baru menjelang lebaran. Lagipula semakin besar, kami jadi agak malu untuk berbaju baru saat lebaran.

Baju baru bukan hal yang penting saat lebaran. Baju baru hanya menggambarkan kegembiraan kita saat merayakan lebaran.

Namun demikian, cerita tentang masa kecil, lebaran dan baju baru selalu menjadi kenangan indah yang terpateri di hati kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun