Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Megengan, Tentang Apem dan Pisang yang Setia Menemani

2 April 2022   17:09 Diperbarui: 2 April 2022   17:20 2005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi megengan di kampung, Sumber gambar: jatim.antaranews.com

Saat itu saking banyaknya apem di rumah (karena saling ater-ater dengan tetangga), pada dua hari di awal puasa kami selalu takjil dengan apem. Entah apemnya dikukus ulang atau dikolak.

Ada apem,  selalu ada pisang.  Kenapa pisang?  Pisang berasal dari kata pinusunge tiyang gesang.  Maknanya dalam hidup contohlah pohon pisang.

Jika kita amati, sebelum tanaman pisang berbuah,  dipotong berapa kalipun ia akan tetap tumbuh.  Pohon pisang akan mati jika ia sudah berbuah.

Pesan yang terkandung di dalamnya adalah agar kita menjadi manusia yang berguna, memberikan manfaat bagi sesama sebelum kematian menjemput kita.

Di masa sekarang jenis makanan yang dihidangkan dalam megengan semakin beraneka ragam. Tidak hanya apem dan pisang,  namun juga ada kue-kue pendamping lainnya.

Aneka kue megengan, dokumentasi pribadi Ima
Aneka kue megengan, dokumentasi pribadi Ima
Meski filosofi pisang dan apem sudah mulai dilupakan,  tapi apem dan pisang selalu hadir dalam megengan.

Di kampung-kampung tradisi ini tetap dilakukan dengan  semangat berbagi pada sesama, misal ditambah dengan saling mengirim berkat (nasi dan aneka lauk).

Melihat perkembangannya bisa jadi di masa mendatang jenis makanan megengan selain pisang dan apem akan terus berubah dan berubah lagi

Atau mungkinkah apem dan pisang akan tergeser dengan yang lain?  Seperti halnya tahlilan yang dulu selalu disertai 'berkat' berupa nasi dan aneka lauk,  kini banyak yang menggunakan sembako untuk 'berkat'nya. 

Selamat megengan dan menyambut datangnya bulan  Ramadhan... :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun