Mbak Mimin memasukkan kembali Beat merahnya ke halaman rumah. Laki-laki selalu tidak teliti kalau diminta belanja, desisnya. Ada dua swalayan yang sudah didatanginya, dan minyak goreng ternyata ada, banyak malah. Tapi harganya yang bikin geleng-geleng kepala. Bukan naik, tapi ganti harga.
Ampuun, tidak nutut uangnya,bisik hati Mbak Mimin.
Jam sudah menunjukkan hampir pukul setengah lima. Waduh, satu jam lagi pasti anak- anak langgar ke rumah untuk mengambil tahu. Dengan pasti Mbak Mimin berjalan menuju rumah bercat hijau yang terletak di ujung gang masuk kampungnya.
"Mbak Marni..., Mbak Marni, " kata Mbak Mimin sambil mengetuk pintu. Suasana masih sepi. Tak berapa lama terdengar langkah langkah kaki dan seraut wajah muncul dari balik pintu.
"Ada apa, Mbak? " tanya si empunya wajah sambil membetulkan mukenahnya. Rupanya ia baru selesai sholat Ashar.
" Mbak, aku jadi ambil wes, minyak kemarin..., " kata Mbak Mimin memelas.
"Lhoo, katanya tidak jadi? Kemahalan? " jawab Mbak Marni agak sinis.
Kemarin Mbak Marni memang menawarkan minyak kemasan dua liter dengan harga di atas 50. Mbak Mimin langsung menolak. Wah, gila- gilaan kalau mengambil untung, pikirnya.
Tapi demi melihat harga minyak di swalayan, dan tahu-tahu isi yang harus segera dieksekusi pikirannya langsung berubah.
"Jadi wes.., daripada susah carinya.., "
"Mana pesanan tahu banyak pula.. " sambung Mbak Mimin.
Mbak Marni dengan sigap mengambil minyak kemasan dua liter dari sebuah dos.
"Satu apa dua? " tanya Mbak Marni.
"Dua, catet ya.., "
Mbak Mimin meraih kresek berisi minyak dan cepat- cepat pulang.
Mbak Marni mengangguk dan segera menutup pintu begitu Mbak Mimin sudah lenyap dari pandangan.