Jam masih menunjukkan pukul 06.30. Meskipun pelajaran masih dimulai satu jam lagi, beberapa guru dan siswa sudah siap di lapangan sekolah. Semua tetap melaksanakan protokol kesehatan yang ketat yaitu menjaga jarak dan memakai masker.
Tampak bapak/ibu guru pengajar agama siap di depan laptop, sementara wali kelas berada di belakang mendampingi putra putinya.Â
Pagi itu kegiatan blended imtaq dimulai di sekolah. Lantunan ayat suci dari para siswa dipandu oleh bapak/ibu guru mulai berkumandang. Setelah dilanjutkan dengan pembacaan Asmaul Husna, sedikit pengarahan dari guru agama, acara pun diakhiri dengan doa untuk orangtua dan doa kafarotul majlis.
Menurut undang-undang No 20 pasal 3 tahun 2003, tujuan pendidikan nasional adalah: mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dari tujuan tersebut bisa diketahui bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak hanya berkewajiban untuk mengembangkan potensi siswa sehingga menjadi manusia yang cerdas dan cakap, namun juga berkarakter baik.Â
Sehubungan dengan hal tersebut di samping menyampaikan ilmu pengetahuan, sekolah juga harus melakukan penguatan pendidikan karakter pada siswa.
Penguatan pendidikan karakter di sekolah bisa dilakukan melalui banyak hal. Misalnya upacara bendera, berbaris sebelum masuk kelas, saling memberi senyum, sapa, salam dan sopan santun, juga berdoa bersama sebelum memulai pelajaran.
Selama pandemi pelaksanaan penguatan pendidikan karakter bisa dikatakan kurang efektif. Mengapa?Â
Pembiasaan baik sebagai salah satu cara penguatan pendidikan karakter lebih mudah ditanamkan ketika para guru bisa langsung bertemu dengan siswa, sementara selama satu setengah tahun pandemi, siswa harus belajar dari rumah.Â
Walaupun guru sudah berusaha maksimal memasukkan pendidikan karakter ini dalam pembelajaran daring, hasilnya tentu saja tidak sebagus saat pembelajaran luring.
Satu kegiatan pembiasaan yang selalu dilaksanakan di sekolah saya adalah kegiatan imtaq. Kegiatan berupa berdoa bersama ini sebelum pandemi dilaksanakan bersama oleh seluruh siswa kelas 7,8 dan 9.Â
Siswa yang beragama Islam melakukan kegiatan di lapangan voli, sedangkan siswa yang beragama Kristen, Katholik, dan Hindu di ruang-ruang yang sudah ditentukan. Kegiatan rutin ini dilakukan selama setengah jam sebelum pembelajaran dimulai.
Namun sejak adanya pandemi, kegiatan imtaq mengalami vakum selama hampir setahun lebih. Ya, semua masih terkaget-kaget dengan datangnya pandemi yang tanpa permisi dan memaksa harus melakukan penyesuaian di sana sini.Â
Setelah satu tahun, kegiatan imtaq mulai dilaksanakan dengan motor penggeraknya adalah para guru agama. Karena pembelajaran masih full daring, kegiatan imtaq pun dilaksanakan melalui Google Meet.Â
Pelaksanaannya diatur sehari satu angkatan. Hari Rabu untuk kelas 9, hari Kamis kelas 8, dan Jumat kelas 7. Karena jumlah maksimal peserta dalam Google Meet adalah 100 orang, maka dalam pelaksanaan kegiatan imtaq daring disediakan tiga link setiap harinya. Tiap link ditujukan pada tiga kelas, jadi total ada sembilan kelas yang bisa bergabung.
Ketika pandemi semakin mereda, sekolah mulai melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT). Ada 50 % siswa yang belajar di sekolah dan 50% siswa yang belajar secara daring mulai hari Senin sampai Kamis. Pada hari Jumat semua siswa belajar secara daring.Â
Dengan kondisi seperti ini pelaksanaan imtaq pun berubah. Para penyelenggara imtaq sepakat melaksanakan blended imtaq. Bagaimana caranya?
Seperti halnya blended learning yang pelaksanaannya memadukan cara daring dan luring, pada kegiatan blended imtaq juga demikian. Guru membimbing siswa melakukan kegiatan imtaq di tempat yang ditentukan secara langsung, tapi juga masuk dalam Google Meet. Jadi siswa di sekolah maupun di rumah bisa melakukan kegiatan imtaq bersama-sama dengan pembimbing yang sama.
Sesudah pelaksanaan kegiatan imtaq siswa diminta untuk melakukan presensi. Laporan tentang siswa yang tidak ikut kegiatan diberikan pada wali kelas untuk segera ditindak lanjuti.
Pandemi telah menyadarkan kita betapa lemahnya manusia. Segala tatanan yang sudah ada, diporakporandakan begitu saja oleh makhluk tak kasat mata yang bernama virus corona.Â
Namun perlu disadari bahwa kedatangan pandemi tidak bisa mencegah kita untuk selalu berdoa dan memohon pertolongan pada Tuhan Yang Maha Esa, justru sebaliknya harus membuat kita semakin mendekatkan diri pada Dia Sang Maha Segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H