Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Lagu "Edelweiss" Membuat Saya Suka Belajar Bahasa Inggris

4 Juni 2021   05:56 Diperbarui: 5 Juni 2021   22:24 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu sekitar tiga ratus anak dengan berseragam SD berkumpul di aula sebuah SMP.  Ya, saat itu adalah MOS hari terakhir. Acaranya agak santai. Anak-anak itu, termasuk saya sedang belajar menyanyikan lagu berbahasa Inggris yang berjudul Edelweiss, dengan panduan Bapak guru pengajar Bahasa Inggris . 

Edelweiss.. Edelweiss.. 

Every morning you great me

Small and white.. Clean and bright.. 

You look happy to meet me

Blossom of snow may you bloom and grow

Bloom and grow, forever

Edelweiss.. Edelweiss

Bless my home land forever.. 

Lagu yang begitu cantik. Sangat jadul  karena sudah diciptakan sejak tahun 1959.

Edelweiss adalah lagu berbahasa Inggris pertama yang saya pelajari. Saya suka lagu itu tapi tidak tahu artinya. Sebenarnya yang membuat saya suka adalah instrumen lagu itu sering disetel dari tape recorder bapak. Hampir tiap pagi.

Pulang sekolah setelah belajar menyanyikan lagu itu, saya langsung mencari kasetnya dan saya setel berulang-ulang. Saya coba mencari-cari artinya dengan berbekal kamus. Dan sejak saat itulah saya suka pelajaran Bahasa Inggris.

Bicara tentang bahasa Inggris mengingatkan saya saat pertama mendapat pelajaran ini.  Tidak seperti generasi sekarang yang sejak kecil sudah mengenal Bahasa Inggris,  saya mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris mulai kelas satu SMP.  Diawali dengan it is...,  This is...,. That is...  , juga perbedaan a dan an.

Sedikit bercerita,  ibu guru Bahasa Inggris  saya pintar,  cantik dan modis. Mungkin dulu peraturan berseragam guru tidak seketat sekarang. Jadi kami selalu bisa mengamati pakaian dan asesoris bu guru yang selalu berganti-ganti.  

Selalu matching antara baju,  tas dan sepatu. Kedatangan bu guru selalu kami tunggu.  Di samping penyajiannya menarik,  penampilan Ibu guru juga sangat apik. Kalau orang Malang mengatakannya setil. Ah,  dasar anak anak..

Setiap pelajaran selalu ada sesi membaca bersama.  Contoh, guru saya membaca," It is a house."  Kami diminta menirukan bersama," It is a house."

Sebelum menirukan, bu guru selalu berkata dengan keras (tapi terdengar merdu) .. "All of you! " Ya, maksudnya supaya semua ikut membaca dengan keras.  Tapi karena begitu kagumnya kami pada bu guru,  kami pikir beliau berkata, "I love you! " Kami selalu saling senyum ketika bu guru mengucapkan kata-kata itu.  

Baru kami mengerti bahwa yang diucapkan bukan "I love you" tapi "all of you" adalah setelah beberapa bulan kami duduk di kelas satu. Lucu sekali rasanya jika mengingat hal itu.

Bunga Edelweiss, Sumber gambar: https://jatenglive.com/
Bunga Edelweiss, Sumber gambar: https://jatenglive.com/

Lalu bagaimana dulu saya belajar bahasa Inggris?

1. Banyak membaca.  Karena buku bacaan Bahasa Inggris tidak sebanyak sekarang saya belajar dari sampul kaset.  Bapak saya adalah kolektor kaset. Dari album lagu Beautiful Memory sampai album lagu slowrock Dream Express.  

Dari sampul yang berisi teks lagu-lagu itulah saya belajar. Lewat teks ini saya juga belajar mengucapkan kata yang benar.  Jadi sambil menyanyi,  juga mencoba mengucapkan kata dengan benar dan memahami artinya. Trik belajar lewat sampul kaset ini juga pernah dilakukan oleh kompasianer Adolf Isaac.

Sampul kaset, Sumber gambar: tangkap layar dari ecommerce
Sampul kaset, Sumber gambar: tangkap layar dari ecommerce

2. Mempunyai rasa ingin tahu yang besar.  Di awal tahun kami selalu mendapat pinjaman buku dari perpustakaan.  Dan buku paket Bahasa Inggris adalah yang paling tebal karena di dalamnya banyak berisi bacaan bacaan pendek.  

Biasanya buku yang jatahnya untuk satu tahun itu, saya habiskan bacaannya dalam dua atau tiga bulan. Tentu saja menterjemahkan sebisanya dengan berbekal kamus lengkap Inggris-Indonesia. Buku yang cukup 'wah' saat itu. 

Kamus, Sumber gambar: Pixabay
Kamus, Sumber gambar: Pixabay
3. Berani berbicara. Secanggih apapun grammar kita, rasanya kurang bermakna tanpa keberanian. Salah tidak masalah, yang penting berani mengungkapkan isi pikiran dan yang diajak bicara mengerti. Jika ada kesalahan dibetulkan bersama.  

Ini benar-benar saya alami ketika harus mengikuti diklat Realistic Mathematics Education di P4TK Jogjakarta selama 10 hari. Sebelum mengikuti diklat ini kami harus test wawancara dalam Bahasa Inggris. Tes wawancara Bahasa Inggris bagi anak sekarang mungkin tidak masalah.  Tapi bagi seusia saya wah..,  mau tidak mau saya harus membuka-buka buku bahasa Inggris lagi. 

Dalam diklat semua materi disajikan dalam Bahasa Inggris.  Pesertanya ada 30 orang dari Indonesia,  Malaysia, Vietnam,  Laos,  Kamboja,  Thailand dan Timor Leste.  Pada hari pertama rasanya agak susah menerima dan memahami materi karena pembicara utamanya dari Belanda.  

Tapi hari kedua dan seterusnya menjadi biasa. Bahkan saat kita diminta maju ke depan untuk mengajar atau presentasi semua berjalan lancar. Meskipun kadang Bahasa Inggris peserta (termasuk saya) belepotan yang penting berani bicara.  Ya, semakin sering dipakai , bahasa Inggris kita akan semakin lancar. 

RME Course, dokumentasi pribadi
RME Course, dokumentasi pribadi
Demikian sedikit catatan saya tentang bagaimana saya belajar bahasa Inggris.  Tentunya generasi sekarang jauh lebih canggih lagi dalam berbahasa Inggris. Karena sejak SD bahkan TK mereka sudah mendapat bahasa Inggris.  

Juga zaman sekarang sarana untuk belajar banyak sekali.  Bacaan berbahasa Inggris mudah diperoleh di toko-toko buku dan internet,  juga belajar lewat youtube atau podcast bisa dilakukan dengan mudah dan menyenangkan. 

Oh ya, dari semua diklat saya, diklat di Jogja ini adalah yang paling bermakna.  Kenapa? Tempat diklatnya hanya berjarak sekitar 700m dari tempat kost anak saya yang saat itu kuliah di sana. Jadi disamping mendapat ilmu,  teman baru,  juga tiap hari kami bisa bertemu. Ha..ha..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun