Pak Bondan memasukkan alat-alat tulis dalam dos-dos mie instant di hadapannya.  Ada bias kesedihan pada wajahnya.  Ya, tadi pagi pengurus koperasi sekolah memanggilnya.  Intinya dalam waktu dekat kios yang disewa harus segera dikosongkan karena kios akan dipakai sebagai ruang OSIS.  Pak Bondan sempat terkejut, ia tidak menduga secepat ini.  Meski sebenarnya hal itu  sudah pernah diberitahukan oleh pihak sekolah sebulan yang lalu.Â
Pindah dari SMP Nusantara. Â Ah, Â betapa berat hatinya. Â Sudah hampir sepuluh tahun ia membuka usaha di situ. Â Melayani fotocopy, Â print, Â laminating sekaligus menjual ATK. Â Tidak hanya dagangannya yang laris pertemanannya semakin berkembang. Â Bawaan Pak Bondan memang lincah dan ramah.Â
"Lho, Â mau dibawa ke mana Pak? "tanyaku sambil membawa tumpukan berkas untuk dijilidkan. Â Pak Bondan tersenyum sedih. Â "Dikemasi Bu, Â dalam beberapa hari ini saya harus pindah, " katanya tersendat.
"Pindah? Â Lha kenapa? "tanyaku kaget. Â Kalau tidak ada Pak Bondan yang melayani fotocopy dan ATK pasti akan repot. Â Bayangkan saja, Â untuk ulangan atau LKS kami sering membutuhkan fotocopy, dan itu bisa dilayani dengan cepat oleh Pak Bondan.Â
"Ruangan ini akan diperbaiki buat ruang OSIS,Bu, " jawabnya kemudian.
"Waduh, Â susah kalau tidak ada Pak Bondan, Â " timpalku. Â Betapa ruwetnya membayangkan sedikit-sedikit harus bersepeda keluar sekolah hanya untuk fotocopy atau menjilidkan. Â Belum lagi anak-anak sering perlu membeli ATK, Â entah karena bolpoin hilang, Â atau buku tulis habis.
Pendek kata kehadiran Pak Bondan dan kiosnya benar-benar sangat diperlukan. Apalagi jalan di depan sekolah lumayan ramai,  sehingga agak riskan kalau anak-anak  harus keluar masuk sekolah.Â
Itu adalah perjumpaan terakhirku di era sebelum pandemi dengan Pak Bondan.
Seminggu setelah itu kios yang terletak didekat parkiran sepeda motor sudah mulai dipugar. Â Ada yang terasa hilang dalam hatiku. Â Tiap parkir sepeda selalu ada yang menyapa lalu membantu meluruskan posisi sepedaku. Â Ya, Â Pak Bondan selalu ringan tangan memberikan bantuan pada siapa saja yang memerlukan.
Sebulan sesudah itu pandemi melanda dan berdampak tidak ada pembelajaran langsung. Â Semua siswa belajar di rumah. Sementara renovasi kios terus berjalan, kabar tentang Pak Bondan tak pernah terdengar lagi. Â Tentu saja, Â kami sekarang juga jarang fotocopy. Tugas dan ulangan anak anak semua online. Â Beli ATK? Â Jarang juga. Â Bolpoin pemakaiannya sudah tidak seboros dulu.Â
***
Bulan demi bulan berlalu, Â pagi itu tiba- tiba ada yang menungguku di depan pintu ruang guru.Â
"Pak Bondan? " tanyaku kaget juga senang. Â Berbeda dengan saat bertemu kemarin kini wajahnya tampak berseri.
"Inggih Bu, " jawabnya sambil tersenyum.
"Bagaiman kabarnya?"
"Alhamdulillah  sae, Bu,"
"Tumben Pak Bondan ingat saya? " godaku
" Saya cuma mau memberitahu Ibu kalau saya sudah menyewa kios kecil di dekat Rumah Sakit."
tambahnya.
"Oh ya? Rumah Sakit 'kan tidak jauh dari sini. Â Di dekat situ ada sekolah pula, " kataku lagi.
"Benar Bu, kalau Ibu butuh fotocopy , Â ibu whatsapp saja, Â saya ambil, saya antar, " katanya bersemangat.
"Oh inggih Pak, siap.. " jawabku tak kalah semangat. Â Padahal aku berpikir, Â zaman seperti ini sepertinya bisnis fotocopy tidak begitu menjanjikan.Â
Pulang sekolah aku mampir ke kios Pak Bondan sambil membeli notes dan bolpoin.  Ternyata kiosnya dipecah menjadi dua.  Di sebelah kanan Pak Bondan dengan fotocopy dan ATKnya,  di sebelah  kiri istrinya menerima laundry.
 "Wah...  Perkembangan nih.., " kataku pada Pak Bondan.Â
"Alhamdulillah,  istri saya jadi bisa ikut  kerja sekarang.  Sejak dulu ia ingin buka usaha laundry, "
"Fotocopynya ramai Pak? "
"Lumayan Bu, Â yang banyak sekarang dari pegawai Rumah Sakit, " katanya sumringah.
"Alhamdulillah  saya di suruh pindah dari sekolah ya Bu, usaha saya jadi lebih bisa berkembang, " tambah Pak Bondan.
Aku tersenyum senang. Â Rasanya masih terbayang wajah Pak Bondan yang sedih sambil mengemasi barang-barangnya dari kiosnya di sekolah. Â Sekarang bekas kesedihan itu tidak tampak sama sekali.
Siang semakin terik. Beberapa orang datang ke kios, Â ada yang fotocopy , laminating dan membeli buku. Â Aku segera berpamitan setelah membayar belanjaanku.
Dari kisah Pak Bondan aku belajar bahwa Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan, Â bukan yang kita inginkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H