Bu Wulan membuka lembar presensi dengan gelisah. Dua orang siswanya sering tidak mengikuti pembelajaran. Tanpa alasan pula. Jika pembelajaran saja tidakmasuk, apalagi tugas. Bolong-bolong di sana sini. Bu Wulan sadar pembelajaran di masa pandemi banyak menyimpan masalah. Tapi tanpa keterbukaan dari orang tua atau siswa sendiri bagaimana sekolah bisa mencatikan solusinya?
"Kita survey saja Bu, " ajak guru BK. Survey? Ide yang cukup bagus, pikir Bu Wulan. Bukankah rumah siswa tidak jauh dari sekolah? Dengan sistem zonasi, 90% siswa yang diterima di sekolah Bu Wulan adalah lewat jalur zonasi. Artinya rumah siswa tidak jauh dari sekolah.
Setelah mendapatkan data alamat siswa, sepulang sekolah Bu Wulan dan guru BK langsung meluncur menuju rumah siswa yang bermasalah tersebut dengan harapan bisa melihat langsung bagaimana kondisi keluarga siswa. Tapi betapa kecewanya Bu Wulan ketika mendapati kenyataan bahwa siswa yang dicari tidak tinggal di situ. Siswa tinggal di kabupaten mengikuti orang tuanya, sementara namanya dititipkan dalam KK saudara yang tinggal dekat SMP Nusantara tempat Bu Wulan mengajar.
Karena kondisi belum aman akibat pandemi, sementara survey ditunda dulu. Akhirnya pembinaan pada siswa hanya dilakukan melalui whatsapp. Hal yang mengecewakan sebenarnya, karena pembinaan lewat whatsapp ataupun telepon jauh dari maksimal.
Di atas adalah ilustrasi yang sering terjadi di sekolah saya di masa pandemi ini. Siswa bermasalah dalam pembelajaran, dan mau di home visit tapi ternyata tempat tinggal mereka tidak sesuai dengan alamat yang disampaikan ke sekolah. Mengapa? Karena nama siswa diikutkan KK saudara atau siapapun yang tinggal dekat sekolah setahun sebelumnya dengan harapan nantinya bisa terjaring di PPDB zonasi.
Baru hal ini akan terbuka ketika siswa mengalami masalah dalam pembelajaran seperti contoh di atas. Seandainya siswa tidak ada masalah tentunya semua akan berjalan aman-aman saja.
Kejadian di atas tidak luput dari masalah PPDB yang selalu terjadi dari tahun ke tahun. Seperti diketahui ada beberapa jalur untuk PPDB SMP maupun SMA. Ada jalur prestasi, afirmasi, zonasi dan mutasi. Jalur prestasi terbagi menjadi dua yaitu prestasi lomba dan prestasi rapor, afirmasi adalah jalur untuk calon siswa dari keluarga kurang mampu, mutasi adalah jalur perpindahan tugas orang tua.
Sedangkan zonasi yang memiliki prosentase terbesar (50%) diseleksi berdasarkan jarak rumah siswa dari sekolah. Yang rumahnya lebih dekat dari sekolah, itulah yang diutamakan masuk.
Nah, di jalur zonasi inilah banyak terjadi permainan KK. Dengan cara menitipkan nama anak pada KK saudara atau kenalan yang rumahnya berdekatan dengan sekolah yang akan dituju.
Mengapa orang tua kadang nekat menggunakan cara seperti itu? Ternyata ada dua penyebab utamanya:
1. Sekolah yang dituju adalah sekolah favorit. Barangkali dulu kakak, orang tua atau saudara alumnus sekolah tersebut.
2. Jarak rumah ke sekolah tidak memenuhi. Kadang meski rumah berada di tengah kota, dekat dengan beberapa sekolah negeri, tapi karena jarak dari rumah ke sekolah mana saja nanggung, akhirnya tidak bisa masuk sekolah negeri manapun.
Jika alasannya adalah nomor satu rasanya perlu dipertimbangkan lagi, karena dengan sistem zonasi kesenjangan antara sekolah favorit dan non favorit makin lama akan semakin menyempit. Pada akhirnya nanti sekolah negeri 'mutunya' hampir sama. Tidak ada lagi sekolah favorit, karena mutu semua sekolah sama-sama bagus.
Jika alasannya adalah yang kedua, saya pikir langkah orang tua menitipkan nama anak di KK orang lain tidak sepenuhnya salah. Tapi sedapat mungkin anak diberi pengertian harus belajar sungguh-sungguh, dan terus dikawal dalam proses belajarnya supaya di belakang hari tidak timbul kasus seperti yang dialami Bu Wulan di atas.
Semoga bermanfaat..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H