"Saya belanja dulu ya Bu? " kata Menik sambil membawa anting.Â
"Iya Nik, hati-hati ya, " jawab Bu Sabri sambil mulai menata kue kering dalam stoples.
***
Sehari menjelang lebaran.
Bu Sabri termenung di kursi dekat jendela ruang tengah. Â Meja tengah sudah diberi taplak baru. Â Di atasnya ada kue lebaran tiga toples. Â Satu berisi nastar, Â satunya kastengels dan yang lain semprit dengan choco chips. Â Di sebelahnya cangkir dan teko menambah semarak suasana meja makan. Â Menik memang pintar dan cekatan. Â Semua sudah tertata rapi demi menyambut datangnya lebaran.
Suasana begitu sepi. Suara jam dinding tua membuat hati semakin nglangut. Â Bu Sabri menghela nafas panjang. Burung-burung kecil yang berlompatan di dahan pohon mangga tak mampu mengusir kegalauan hatinya. Masih terngiang percakapannya dengan Dodit siang tadi.
"Bu, Â ternyata aku tidak bisa pulang, " kata Dodit sedih.
"Lha kenapa, Â Le? Tidak boleh mudik ya?" tanya Bu Sabri sedikit kecewa. Â Sebenarnya larangan mudik sudah ada beberapa hari yang lalu. Â Tapi seperti tahun lalu Dodit bisa bersepeda motor lewat jalan tikus.
"Agak ketat Bu.. Â Tadi lewat jalan tikus juga tak bisa. Kami dipaksa putar balik, padahal tahun kemarin aman-aman saja.. "
Terasa sekali ada kesedihan dalam suara Dodit.
"Ya gak apa apa.. Â Belum waktunya pulang. Â Manut saja Le.., " kata Bu Sabri sabar. Kecewa? Â Tentu saja. Tapi Dodit tak boleh tahu itu.