Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tradisi Megengan dan Kue Apem yang Setia Menemani

11 April 2021   16:49 Diperbarui: 11 April 2021   17:03 2798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi megengan, sumber gambar: NusantaraNews

Tak terasa dua hari lagi kita sudah memasuki bulan Ramadhan. Bulan yang penuh rahmat dan ampunan.  Bulan dimana kita berlomba-lomba untuk meningkatkan ibadah kita sebagai perwujudan rasa takwa kepada Allah swt.

Satu tradisi menyambut datangnya bulan puasa di daerah saya (Malang)  adalah Megengan.  Tidak hanya di Malang,  Megengan adalah tradisi yang banyak dilakukan di daerah-daerah di propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Megengan adalah wujud akulturasi antara budaya Jawa dan Islam. Pertama kali megengan dikenalkan oleh Sunan Kalijaga.

Sebelum Islam masuk masyarakat Jawa memiliki tradisi ruwahan.  Tradisi ruwahan ini berupa pemberian sesajen berupa makanan kepada para arwah nenek moyang. Oleh Sunan Kalijaga pemberian sesajen diganti dengan pembagian makanan untuk dimakan bersama.

Megengan berarti menahan. Ini menandakan bahwa sebentar lagi kita akan memasuki bulan dimana kita harus menahan segala nafsu dan keinginan yaitu bulan puasa. 

Megengan di kampung saya dilaksanakan dalam wujud selamatan bersama yang dilakukan di langgar atau masjid. Selamatan dilakukan dengan pembacaan tahlil dan istighotsah dengan tujuan kirim doa kepada ahli kubur dan harapan mudah-mudahan dalam menjalani ibadah puasa senantiasa diberikan kelancaran.

Ilustrasi megengan, sumber gambar: NusantaraNews
Ilustrasi megengan, sumber gambar: NusantaraNews
Ada satu jenis makanan yang selalu ada dalam megengan yaitu apem. Apem adalah kue yang terbuat dari tepung beras, ragi,  gula dan santan yang dipanggang atau dikukus.

Bagaimanakah sejarah kue apem dan mengapa harus apem?

Apem berasal dari kata afwan.  Artinya maaf. Oleh lidah Jawa kata afwan diubah menjadi apem supaya lebih mudah diucapkan.

Menurut cerita, kue ini  bermula dari Ki Ageng Gribig, yaitu keturunan Prabu Brawijaya yang kembali dari perjalanan ke tanah suci dengan membawa kue apem. Kue ini  kemudian dibagi-bagikan ke masyarakat. Karena masih kurang,  oleh Nyi Ageng Gribig dibuatkan lagi dalam jumlah yang banyak lalu dibagi-bagikan.  Hal ini kemudian menjadi budaya dan selalu dilaksanakan di saat syukuran.

Apem bagi masyarakat Jawa bukan sekedar kue. Tapi ia juga perwujudan dari permintaan maaf pada sesama karena sebagai manusia kita pasti pernah berbuat kesalahan. 

Ada cerita masa kecil saya yang sangat berkesan tentang kue apem ini. 

Sehari menjelang puasa kampung saya sangat beraroma apem. Berbeda dengan sekarang yang apemnya pesan,  saat itu hampir tiap rumah membuat apem sendiri.  Disamping untuk megengan di langgar,  antar tetangga selalu saling memberikan kue apem sebagai wujud saling meminta maaf.

 Akibatnya kue apem di rumah banyak sekali.  Akhirnya sesudah dimakan ,sisa apem hari ini dikukus untuk teman berbuka esok harinya. 

Jadi pada ramadhan hari pertama ibuk tidak pernah membuat kudapan untuk sesudah traweh karena apemnya masih banyak.

Sudah dimakan hari pertama puasa, eh, apem masih juga tersisa. Karena pantang bagi kami untuk membuang makanan, akhirnya apem dikukus lagi.

Besoknya ketika ibuk membuat kolak pisang,  apem muncul lagi dalam wujud potongan kecil-kecil menemani si pisang. Sebenarnya enak juga sih, tapi sudah tiga hari ketemu apem terus. Bisa dibayangkan 'mblenger'nya.

Akhirnya tiap kali kami membuka panci kolak kami selalu berharap, mudah-mudahan kolaknya cepat habis,  supaya besok ibuk membuat kudapan yang lain dan tidak ketemu apem lagi. Cukup tiga hari sajalah apem  setia menemani kami.

Namun demikian tiap menjelang Ramadhan kehadiran apem selalu kami rindukan. Sebab aroma dan rasanya selalu membuat Ramadhan begitu berkesan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun