Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sungguh, Aku Kasihan Sekali pada Ibukku

22 Januari 2021   12:59 Diperbarui: 22 Januari 2021   13:00 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Uang kuterima tapi layang-layang putus tetap kukejar.  Entah mengapa melihat layang layang yang putus meliuk-liuk seperti itu membuat naluriku untuk berburu tak bisa kutahan lagi.  Akhirnya uang dari ibuk kupakai untuk membeli es karena kehausan habis mengejar layang-layang. 

Ibuk rasanya sudah bingung bagaimana cara mengingatkan aku. Semasa bapak masih ada,  aku paling takut pada bapak, jadi hanya bapak yang bisa mengendalikan aku. Tapi kini bapak sudah tiada dan Ibuku sangat sabar,  tidak ada yang membuatku takut atau segan di rumah.

Aturan ibuk selalu kulanggar. Ibuk tahu  aku masih terus mengejar layan- layang karena tiap pulang sekolah aku pasti menghilang dengan senjata saktiku,  dan baru pulang nanti menjelang maghrib dengan wajah merah kehitaman karena terkena matahari. Biasanya ibuk cuma menggelengkan kepala melihat aku menata layang -layang hasil buruanku di gudang.

Siang itu seperti biasa kami para pemburu layang-layang ngobrol di tepi lapangan sambil menunggu sewaktu-waktu ada layang-layang  yang putus. 

"Pedhot..! " teriakan singkat dari Heru langsung membuat kami semburat.  Layang-layang limbung ke arah timur.  Kami terus mengejar.  Kadang-kadang suara gemuruh langkah kami membuat tetangga marah.  Tapi kami tak peduli.

Sialnya layang-layang itu tersangkut di pohon yang bersebelahan dengan kamar mandi umum.  Di kampungku ada satu kamar mandi umum yang sering digunakan oleh warga untuk mencuci baju di siang hari.  Hanya untuk mencuci saja, tidak untuk mandi karena tidak beratap. 

"Waah..  Nyangsang...nyangsang.. .! " terdengar teriakan-teriakan kecewa.  Semua menghentikan perburuannya. Tapi aku tidak .

 Pelan-pelan aku menaiki pohon belimbing itu ,galah kuletakkan dan aku terus mendekati layang-layang biru yang bergerak-gerak genit tertiup angin.

 "Wan..  Jangan nekat..  !" teriakan anak-anak tak kuhiraukan. Aku terus naik semakin tinggi.

 Sialnya ketika menginjak sebuah dahan kakiku terpeleset,  dan dahan yang kuinjak langsung patah.

  "Kraakk!!"...Dan..... "Byurr! " tanpa ampun aku jatuh masuk ke dalam bak yang ada di kamar mandi umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun