Mohon tunggu...
Yulfa adisusatyo
Yulfa adisusatyo Mohon Tunggu... Freelancer - dunia adalah tempatku belajar.

saya datang, melihat, dan menang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita untuk Anak] Prasangka dan Doa

13 Januari 2020   11:26 Diperbarui: 13 Januari 2020   12:20 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampung Godong Waru gempar atas hilangnya beberapa anak kecil secara tiba-tiba. Orang tua yang kehilangan anaknya itu menangis menderu-deru. Tentu, anak ialah harta yang paling berharga bagi mereka. Hilangnya anak-anak itu berangsur-angsur. Bulan kemarin dua anak perempuan hilang. 

Minggu kemarin, satu anak laki-laki dan dua anak perempuan hilang. Dan minggu ini, lima anak: dua laki-laki dan tiga perempuan hilang. Namun betapa anehnya, semua anak yang hilang itu adalah anak-anak yang nakal. 

Kenakalannya beraneka, ada yang gemar menangis, ada yang tidak menuruti orang tua, tidak mau belajar, suka membolos sekolah, dan ada yang suka menjaili anak yang lain. Diduga oleh warga dan tetua, pencuri anak-anak nakal itu ialah Toghog. Siluman iblis penunggu hutan belantara tepat di ujung kampung Godong Waru. Menurut tetua kampung, anak kecil yang baik tak mampu dicuri oleh Toghog karena anak kecil yang baik punya sesuatu yang ditakuti oleh makhluk itu.

Menyadari kawan-kawannya hilang. Aina, anak yang baik hati, diam-diam menyusun sebuah siasat. Ia tak peduli bahwa anak yang hilang itu ialah seorang teman yang suka menjaili dirinya. Ia tak peduli bahwa teman-temannya yang hilang itu kerap kali membuat Aina menangis. Aina, tetap akan menolongnya. Siasat telah tersusun, segera ia menemui tetua. Itu ide yang bagus, kata tetua. Segera, tetua dan warga kampung berkumpul, mematangkan siasat dan mengumpulkan bala tenaga yang dibutuhkan.

Hujan yang sejak pagi tadi sangat deras, kini mulai mereda menjelang sore tiba. Rintik terakhirnya jatuh tepat di ubun-ubun Aina yang sedari tadi berdiri mengawasi anak-anak yang sedang bermain. Tetua dan para warga telah siap di dekat hutan belantara. Mereka bersembunyi di balik semak-semak, sembari mengamati anak-anak yang sedang bermain di dekat belantara itu. Inilah siasat Aina. 

Tidak ada cara terbaik menangkap ikan kecuali dengan memberinya umpan. Anak-anak itu adalah anak-anak nakal yang masih tersisa di kampung. Mereka di suruh tetua bermain di dekat belantara untuk memancing kedatangan Toghog. Anak-anak itu biasa saja dan gembira, karena tidak tahu rencananya. Mereka bermain kuda lumping, ada yang pura-pura kesurupan, ada yang berjoget ria, dan ada yang berperan jadi dukun. Salah seorang anak menangis ditendang seorang anak yang lain. Terjadi keributan diantara anak-anak itu sampai ketika muncul makhluk berjubah hitam itu.

Di balik jubah hitam berkerudung itu, hanyalah mulut yang terlihat. Rupanya, bagian mulut makhluk itu lebih maju daripada bagian lainnya. Dan di mulut itu, taring-taring menghiasi sudut-sudutnya. Toghog mendekati anak-anak dengan cepat, mengajaknya masuk ke belantara. Anak-anak yang tadi ribut, kini diam tak berdaya seolah terkena sihir. 

Melihat kesempatan, orang tua anak yang hilang waktu-waktu lalu dan warga bermunculan dari balik semak, buru-buru menangkap Toghog. Namun sayang, Toghog berhasil melarikan diri kembali ke belantara. Tetua marah-marah karena warga tak mengikuti rencana dan meremehkan Aina yang masih kecil itu. Sumpah serapah menguap dari mulut tetua yang sudah tua itu. 

Di sisi lain, terjadi kejar-kejaran di dalam belantara antara Toghog dan warga. Jelaslah Toghog lebih mengenal rumahnya sendiri daripada tamunya. Tak butuh waktu lama bagi Toghog untuk lepas dari penglihatan warga. Toghog menghilang di balik kegelapan. Ada seorang pemuda yang mengikutinya dalam gelap. Namun, Toghog telah menyatu dengan kegelapan. Dan pemuda berani itu, tak pernah kembali. Yang ada tinggal kelebat kelelawar dari dahan satu ke dahan pohon yang lain.

Warga keluar dari belantara hutan dengan wajah sedihnya masing-masing. Segera, tetua menghampiri mereka dan memarahinya. Walaupun Aina masih kecil tetapi kalian tak boleh sekali-kali meremehkannya karena dia punya apa yang kalian tidak punya, kata tetua. Lantas tetua itu berangsur menghampiri Aina, dan menyuruh Aina untuk mengeluarkan apa yang ditakuti Toghog itu. 

Tetua meminta kepada Aina agar ia mendo'akan makhluk jahat itu sirna dari muka bumi. Aina setuju. Kedua tangan Aina terangkat, wajahnya tertunduk lemah, dan kedua bola matanya terpejam pasrah. Tiada daya upaya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Tuhan.

Aina mengucap do'anya, "Wahai Dzat Yang Menguasai Langit dan Bumi, tolonglah aku dan kawan-kawanku dengan keagungan kehendak-Mu. Ya Tuhan, jadikanlah kawan-kawanku hamba yang baik, hamba yang taat kepada-Mu, kepada orang tua mereka, dan berlaku baik terhadap sesama makhluk-Mu, aamiin." diusapnya kedua telapak tangan kecil itu pada wajahnya yang sayu.

Anak kecil yang baik dan masih suci hatinya daripada dosa itu, pastilah ia senantiasa dekat dengan Tuhan dan setiap do'anya pastilah dikabulkan. Tepat, yang ditakuti oleh makhluk jahat itu ialah do'a.

Hujan kembali menuruni langit dengan lembut. Sang angin berhembus pelan setelah Aina selesai mengucap do'anya. Dari mulut hutan belantara yang gelap, muncul seorang anak perempuan kemudian disusul anak-anak lain yang hilang itu. Mereka berlari ke haribaan orang tuanya membawa tangis dan maaf atas perbuatan nakalnya selama ini. Juga pemuda pemberani yang tadi hilang, kini kembali, membawa kisahnya sendiri.

"Jadi, Toghog itu bukan iblis? Toghog itu manusia biasa dan orang baik?" tanya tetua yang masih tak percaya mendengar kisah pemuda pemberani itu.

"Saestu, Mbah! Toghog itu manusia bukan iblis! Ia punya sebuah gubuk di tengah hutan dan ia hidup di sana bersama putrinya. Putrinya itu sangat cantik seperti bidadari, dan masih perawan!"

"E lha... terus kenapa pake acara nyuri-nyuri anak kalau dia sendiri punya anak?"

"Putrinya Toghog itu sudah lama pengen punya anak. Tetapi karena ia tinggal di belantara hutan, sulit baginya beroleh seorang lelaki. Dan Toghog itu tidak mencuri, anak-anak warga itu bermain di hutan dan tersesat. Toghog menolong mereka, diajaknya anak-anak itu ke gubuknya. Nah, karena si putri Toghog itu sudah lama pengen punya anak, putri Toghog itu memperlakukan anak-anak dengan sangat baik melampaui orang tua mereka sendiri. Sehingga anak-anak itu betah dan krasan tinggal di sana!" setelah meyakinkan tetua dan warga, pemuda pemberani itu lekas-lekas mengambil langkah pulang. Tetua masih belum puas, ditangkapnya tangan pemuda itu.

"Mau kemana kamu?" tanya tetua.

"Pulang, mandi, lalu ke belantara lagi, melamar putrinya si Toghog!" pemuda itu beranjak lari pulang. Pemuda lain yang dari tadi menyimak cerita, berhamburan pulang mengikutinya.

Dalam pada itu, anak-anak nakal yang kemarin hilang, meminta maaf atas perbuatan nakalnya kepada Aina. Semenjak itu, anak-anak nakal dan anak-anak baik, hidup rukun. Bahkan sering berkunjung ke gubuk Toghog. Mereka membuat satu peraturan yang wajib ditaati bersama, yaitu dilarang menyakiti hati dan raga anak yang lain. Selebihnya: cincai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun