Aina mengucap do'anya, "Wahai Dzat Yang Menguasai Langit dan Bumi, tolonglah aku dan kawan-kawanku dengan keagungan kehendak-Mu. Ya Tuhan, jadikanlah kawan-kawanku hamba yang baik, hamba yang taat kepada-Mu, kepada orang tua mereka, dan berlaku baik terhadap sesama makhluk-Mu, aamiin." diusapnya kedua telapak tangan kecil itu pada wajahnya yang sayu.
Anak kecil yang baik dan masih suci hatinya daripada dosa itu, pastilah ia senantiasa dekat dengan Tuhan dan setiap do'anya pastilah dikabulkan. Tepat, yang ditakuti oleh makhluk jahat itu ialah do'a.
Hujan kembali menuruni langit dengan lembut. Sang angin berhembus pelan setelah Aina selesai mengucap do'anya. Dari mulut hutan belantara yang gelap, muncul seorang anak perempuan kemudian disusul anak-anak lain yang hilang itu. Mereka berlari ke haribaan orang tuanya membawa tangis dan maaf atas perbuatan nakalnya selama ini. Juga pemuda pemberani yang tadi hilang, kini kembali, membawa kisahnya sendiri.
"Jadi, Toghog itu bukan iblis? Toghog itu manusia biasa dan orang baik?" tanya tetua yang masih tak percaya mendengar kisah pemuda pemberani itu.
"Saestu, Mbah! Toghog itu manusia bukan iblis! Ia punya sebuah gubuk di tengah hutan dan ia hidup di sana bersama putrinya. Putrinya itu sangat cantik seperti bidadari, dan masih perawan!"
"E lha... terus kenapa pake acara nyuri-nyuri anak kalau dia sendiri punya anak?"
"Putrinya Toghog itu sudah lama pengen punya anak. Tetapi karena ia tinggal di belantara hutan, sulit baginya beroleh seorang lelaki. Dan Toghog itu tidak mencuri, anak-anak warga itu bermain di hutan dan tersesat. Toghog menolong mereka, diajaknya anak-anak itu ke gubuknya. Nah, karena si putri Toghog itu sudah lama pengen punya anak, putri Toghog itu memperlakukan anak-anak dengan sangat baik melampaui orang tua mereka sendiri. Sehingga anak-anak itu betah dan krasan tinggal di sana!" setelah meyakinkan tetua dan warga, pemuda pemberani itu lekas-lekas mengambil langkah pulang. Tetua masih belum puas, ditangkapnya tangan pemuda itu.
"Mau kemana kamu?" tanya tetua.
"Pulang, mandi, lalu ke belantara lagi, melamar putrinya si Toghog!" pemuda itu beranjak lari pulang. Pemuda lain yang dari tadi menyimak cerita, berhamburan pulang mengikutinya.
Dalam pada itu, anak-anak nakal yang kemarin hilang, meminta maaf atas perbuatan nakalnya kepada Aina. Semenjak itu, anak-anak nakal dan anak-anak baik, hidup rukun. Bahkan sering berkunjung ke gubuk Toghog. Mereka membuat satu peraturan yang wajib ditaati bersama, yaitu dilarang menyakiti hati dan raga anak yang lain. Selebihnya: cincai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H